A. ISTILAH
IKHTIOLOGI
Ikhtiologi berasal dari gabungan dua kata Yunani yaitu “Ichthyes” yang
artinya ikan dan “Logos” artinya ilmu. Ichtyologi
adalah suatu ilmu yang khusus mempelajari tentang ikan dan segala aspek
kehidupan ikan yang meliputi taksonomi, biologi (morfologi, anatomi, fisiologi,
genetika, reproduksi, dll) dan ekologi (struktur komunitas, populasi, habitat,
predator, dan persaingan serta penyakitnya) (Rahardjo, 1985).
Ikan merupakan binatang vertebrata yang
berdarah dingin (poikiloterm), hidup di dalam lingkungan air, pergerakan dan
keseimbangan tubuhnya terutama menggunakan sirip dan umumnya bernafas dengan
insang. Setiap jenis ikan memiliki ciri-ciri taksonomi biologis dan ekologis
yang spesifik meskipun ada beberapa kemiripan ikan yang merupakan objek dalam
mata kuliah ichtyologi, dalam mempelajarinya diperlukan pendekatan baik secara
kasat mata (ekternal anatomy), bagian dalam tubuh (internal anatomy) dan organ
tambahan yang dimiliki oleh beberapa jenis ikan. Struktur internal dan eksternal
ikan memberi gambaran bentuk tubuh dan bagian tubuh ikan yang akan menunjukkan
pola makan, membedakan jenis kelamin, dan diagnosis penyakit. Ichtyologi mampu
memberikan gambaran ikan secara lengkap kepada dunia perikanan baik secara
external maupun internal, tidak hanya sekedar anatomi ikan saja. Oleh karena
itu banyak kepentingan dunia perikanan yang dipelajari dan dipecahkan dengan
bersumber dari ichtyologi (Rahardjo, 1985).
B. TUJUAN
MEMPELAJARI IKHTIOLOGI
Tujuan dari mempelajari Ikhtiologi dibagi
menjadi 3 bagian utama yaitu sebagai berikut :
1.
Morfologi
Ikan
a. Mempelajari
dan mengetahui struktur morfologi bentuk luar tubuh ikan dari ikan
elasmobranchi (chondrichthyes) dan teleostei (osteichthyes).
b. Membuat
dan mengetahui deskripsi luar atau morfologi serta melakukan pengukuran
terhadap bagian–bagian tubuh ikan dan membandingkannya dengan kunci
identifikasi, antara lain :
· Susunan,
jenis dan rumus sirip
· Jenis
sisik dan penghitungan sisik
· Tipe
ekor
· Bentuk
mulut
· Perbandingan
antar bagian tubuh ikan
· Bentuk
dan jumlah filamen insang
· Tanda-tanda
khusus seperti sungut, fin let, lateral keel, adipose dll
2.
Anatomi ikan
1.
Sistem
Digestoria (Sistem Pencernaan)
a. Mempelajari dan mengetahui sistem pencernaan
makanan ikan elasmobranchi (chodrichthyes) dan teleostei (osteichthyes).
b. Mengetahui sistem organ pencernaan makanan
ikan.
c. Mempelajari dan berlatih melakukan
identifikasi makanan ikan.
d. Menentukan food dan feeding habit pada ikan.
2.
Sistem
Muscularia (Sistem Otot)
Mempelajari dan
berlatih melakukan identifikasi otot atau urat daging pada ikan.
3.
Sistem
Skeleton (Sistem Rangka)
a. Mempelajari
dan mengetahui struktur rangka ikan dari ikan teleostei (osteichthyes).
b. Membuat
dan mengetahui suatu deskripsi rangka Axial.
c. Membuat
dan mengetahui suatu deskripsi rangka Apendicular.
4.
Sistem
Respiratoria (Sistem Pernafasan)
a. Mempelajari
dan mengetahui sistem respirasi dan organ respirasi dari ikan elasmobranchi
(chodrichthyes) dan teleostei (osteichthyes).
b. Menyebutkan
bagian-bagian insang pada ikan elasmobranchi (chodrichthyes) dan teleostei
(osteichthyes).
c. Menyebutkan
alat bantu pernafasan ikan pada elasmobranchi (chodrichthyes) dan teleostei
(osteichthyes).
d. Mengetahui
dan menunjukkan letak gelembung renang pada ikan teleostei.
5.
Sistem
Reproduksi
a. Mempelajari
dan mengetahui sistem dan organ reproduksi ikan elasmobranchi (chodrichthyes)
dan teleostei (osteichthyes).
b. Membedakan
organ reproduksi ikan dan mengetahui posisi gonad
3.
Taksonomi ikan
Mempelajari dan
berlatih melakukan identifikasi dan mengklasifikasikan ikan.
C. PEMBAHASAN
C.1 Morfologi
Ikan
Morfologi adalah
ilmu yang mempelajari bentuk luar suatu organisme. Bentuk luar dari organisme
ini merupakan salah satu ciri yang mudah dilihat dan diingat dalam mempelajari
organisme. Adapun yang dimaksud dengan bentuk luar organisme ini adalah bentuk
tubuh, termasuk di dalamnya warna tubuh yang kelihatan dari luar. Pada dasarnya
bentuk luar dari ikan dan berbagai jenis hewan air lainnya mulai dari lahir
hingga ikan tersebut tua dapat berubah-ubah, terutama pada ikan dan hewan air
lainnya yang mengalami metamorfosis dan mengalami proses adaptasi terhadap
lingkungan (habitat). Namun demikian pada sebagian besar ikan bentuk tubuhnya
relatif tetap, sehingga kalaupun terjadi perubahan,
perubahan bentuk tubuhnya relatif sangat sedikit (Djuhanda, 1985).
Pada
ikan dan pada hewan air lainnya pada umumnya bagian tubuh dibagi menjadi tiga
bagian yakni bagian kepala, badan dan ekor, namun pada setiap jenis
ikan ukuran bagian-bagian tubuh tersebut berbeda-beda tergantung jenis ikannya
(perhatikan morfologi ikan pada Gambar 1) .
Adapun organ-organ yang terdapat
pada setiap bagian tersebut adalah:
1. Bagian kepala
yakni bagian dari ujung mulut terdepan hingga hingga ujung operkulum (tutup
insang) paling belakang. Adapun organ yang terdapat pada bagian kepala ini
antara lain adalah mulut, rahang, gigi, sungut, cekung hidung, mata, insang,
operkulum, otak, jantung, dan pada beberapa ikan terdapat alat pernapasan
tambahan, dan sebagainya.
2. Bagian badan yakni
dari ujung operkulum (tutup insang) paling belakang sampai pangkal awal sirip
belang atau sering dikenal dengan istilah sirip dubur. Organ yang terdapat pada
bagian ini antara lain adalah sirip punggung, sirip dada, sirip perut, hati,
limpa, empedu, lambung, usus, ginjal, gonad, gelembung renang, dan sebagainya.
3. Bagian ekor, yakni
bagian yang berada diantara pangkal awal sirip belakang/dubur sampai dengan
ujung terbelakang sirip ekor. Adapun yang ada pada bagian ini antara lain
adalah anus, sirip dubur, sirip ekor, dan pada ikan-ikan tertentu terdapat
scute dan finlet, dan sebagainya.
Bentuk
tubuh atau morfologi ikan erat kaitannya dengan anatomi, sehingga ada baiknya
sebelum melihat anatominya; terlebih dahulu kita lihat bentuk tubuh atau
penampilan (morfologi) ikan tersebut. Dengan melihat morfologi ikan maka kita
akan dapat mengelompok-ngelompokan ikan/hewan air, dimana sistem atau caranya
mengelompokan ikan ini dikenal dengan istilah sistematika atau taksonomi ikan.
Dengan demikian, maka sistematika atau taksonomi ini merupakan ilmu yang
digunakan untuk mengklasifikasikan ikan/hewan air atau hewan lainnya (Rahardjo, 1985).
C.2 Bentuk
Tubuh Ikan
Kebanyakan ikan memiliki bentuk tubuh streamline
dimana tubuh bagian anterior dan posterior mengerucut dan bila dilihat
secara transversal, penampang tubuh
seperti tetesan air. Penampang tubuh tersebut
akan memberikan kemudahan ikan dalam menembus air sebagai media hidup. Bentuk tubuh tersebut biasanya dikatakan
sebagai bentuk tubuh ideal (fusiform) (Moyle,
P.B. & J.J. Cech. 1988).
Secara umum, bentuk tubuh ikan terbagi atas enam jenis yang terdiri
dari :
2
Bentuk dan Posisi Mulut Ikan
a)
Bentuk Mulut
Ada
beberapa macam bentuk mulut ikan. Bentuk mulut ikan antara jenis ikan satu
dengan jenis ikan lainnya berbeda-beda tergantung pada jenis makanan yang
dimakannya. Secara umum ada empat jenis mulut ikan yaitu:
1.
Bentuk seperti tabung
2.
Bentuk seperti paruh
3.
Bentuk seperti gergaji
4.
Bentuk seperti terompet
b)
Posisi
Mulut
Posisi
mulut pada ikan juga bervariasi tergantung dimana letak habitat makanan yang
akan dimakannya. Ada empat macam posisi mulut ikan yakni seperti gambar berikut;
1.
Posisi terminal, yaitu mulut yang terletak di ujung hidung (Gambar a)
2.
Posisi sub terminal, yaitu mulut yang terletak dekat ujung hidung (Gambar b)
3.
Posisi superior, yaitu mulut yang terletak di atas hidung (Gambar c)
4.
Posisi inferior, yaitu mulut yang terletak di bawah hidung (Gambar d)
C.3 Bentuk
dan Rumus Sirip Ikan
a)
Bentuk dan Jenis Sirip
Ikan
Ikan seperti pada
hewan lain, melakukan gerakan dengan dukungan alat
gerak. Pada ikan, alat gerak yang utama dalam melakukan manuver di dalam air adalah sirip. Sirip ikan juga dapat digunakan sebagai sumber data untuk identifikasi karena setiap sirip suatu spesies ikan memiliki jumlah yang berbeda dan hal ini disebabkan oleh evolusi (Rahardjo,
1986).
Sirip pada ikan
terdiri dari beberapa bagian yang dinamakan sesuai dengan letak sirip tersebut
berada pada tubuh ikan, yaitu :
1.
Pinna dorsalis (dorsal fin)
Adalah sirip yang berada di bagian
dorsal tubuh ikan dan berfungsi dalam stabilitas ikan
ketika berenang. Bersama-sama dengan pinna
analis membantu ikan untuk bergerak memutar.
2. Pinna pectoralis (pectoral fin)
Adalah sirip yang terletak di posterior operculum atau pada pertengahan tinggi pada kedua sisi tubuh ikan. Fungsi sirip ini adalah untuk pergerakan maju, ke samping dan diam (mengerem).
3.
Pinna ventralis (ventral fin)
Adalah sirip yang berada pada bagian perut. ikan dan
berfungsi dalam membantu menstabilkan ikan
saat berenang. Selain itu, juga berfungsi dalam membantu untuk menetapkan posisi ikan pada suatu kedalaman.
4.
Pinna analis (anal fin)
Adalah sirip yang berada pada
bagian ventral tubuh di daerah posterior anal.
Fungsi sirip ini adalah membantu dalam stabilitas berenang ikan.
5.
Pinna caudalis (caudal fin)
Adalah sirip ikan yang berada di
bagian posterior tubuh dan biasanya disebut
sebagai ekor. Pada sebagian besar ikan, sirip ini berfungsi sebagai pendorong utama ketika berenang (maju) clan juga sebagai kemudi ketika bermanuver.
6.
Adipose fins
Adalah sirip yang keberadaannya tidak
pada semua jenis ikan. Letak sirip ini adalah pada dorsal
tubuh, sedikit di depan pinna caudalis.
Sirip ikan terdiri dari tiga jenis jari-jari sirip yang hanya sebagian atau seluruhnya dimiliki oleh spesies ikan, yaitu :
1. Jari-jari sirip keras; Merupakan
jari jari sirip yang tidak berbuku-buku dan keras.
2. Jari jari sirip lemah; Merupakan jari
jari sirip yang dapat ditekuk, lemah, dan
berbuku- buku.
3. Jari jari sirip lemah mengeras; Merupakan jari jari sirip yang keras tetapi berbuku-buku.
Penggolongan ikan juga dapat
dilakukan berdasarkan tipe pinna caudalis yang
dimiliki suatu jenis ikan. Tipe pinna caudalis ikan secara umum terbagi atas :
1. Protocercal, merupakan
bentuk pinna caudalis yang tumpul dan simetris dimana columna
vertebralis terakhir mencapai ujung ekor.
2. Diphycercal,
merupakan bentuk pinna
caudalis yang membulat atau meruncing, simetris
dengan ruas vertebrae terakhir tidak mencapai ujung sirip.
3.
Heterocercal, merupakan bentuk pinna caudalis yang simetris dengan sebagian ujung ventral lebih pendek.
4.
Homocercal,
merupakan bentuk pinna caudalis yang berlekuk atau tidak dan ditunjang oleh
jari-jari sirip ekor.
b.) Rumus Sirip
Rumus sirip, yaitu rumus yang
menggambarkan bentuk dan .jumlah
jari-jari sirip dan bentuk sirip yang
merupakan ciri khusus. ikan seperti pada
hewan lain, melakukan gerakan dengan dukungan alat
gerak. Pada ikan, alat gerak yang utama dalam melakukan manuver di dalam air adalah sirip. Sirip ikan juga dapat digunakan sebagai sumber data untuk identifikasi karena setiap sirip suatu spesies ikan memiliki jumlah yang berbeda dan hal ini disebabkan oleh evolusi (Rahardjo, 1985).
Penulisan jari jari sirip dikodekan
berdasarkan letak sirip tersebut pada tubuh ikan. Jumlah jari-jari sirip dituliskan dalam angka Romawi
besar untuk jari-jari sirip keras, angka Romawi kecil untuk jari-jari sirip lemah mengeras dan
angka Arab untuk jari jari sirip lemah (Rahardjo, 1985).
C.4 Pengukuran
Tubuh Ikan
Pengenalan struktur ikan tidak
terlepas dari morfologi ikan yaitu bentuk luar ikan yang merupakan ciri-ciri
yang mudah dilihat dan diingat dalam mempelajari jenis-jenis ikan. Ukuran dan
perbandingan ukuran tubuh ikan dapat digunakan untuk melakukan penggolongan. Semua ukuran yang digunakan merupakan pengukuran yang
diambil dari satu titik ke titik lain juga melalui lengkungan badan. Ukuran-ukuran ikan yang digunakan adalah:
a. Panjang total atau Total length (TL) diukur dari bagian mulut paling anterior sampai bagian sirip ekor paling
posterior.
b. Panjang baku atau Standard length (SL) diukur dari bagian mulut paling anterior sampai pangkal batang ekor (caudal penducle)
c. Panjang sampai lekuk ekor atau Fork length (FL) diukur dari bagian paling anterior sampai lekukan
sirip ekor.
d. Linkar
badan ikan (LL) diukur dari bagian
sirip perut melingkar pada tubuh ikan smpai kembali ke sirip perut.
e.
Panjang kepala (HL) diukur mulai
dari bagian terdepan moncong/bibir
(premaxilla) hingga bagian terbelakang operculum atau membran operculum.
f. Panjang
batang ekor (LCP) diukur mulai dari jari terakhir sirip dubur
hingga pertengahan pangkal batang ekor.
g. Panjang
moncong (SNL) diukur mulai dari bagian terdepan moncong/bibir
hingga pertengahan garis vertikal yang menghubungkan bagian anterior mata.
h. Tinggi
sirip punggung (DD) diukur mulai dari pangkal hingga ujung pada
jari-jari pertama sirip punggung.
i. Diameter
mata (ED) diukur mulai dari bagian anterior hingga posterior bola
mata, diukur mengikuti garis horisontal.
j. Tinggi
batang ekor (DCP) diukur mulai dari bagian dorsal hingga ventral
pangkal ekor.
k. Tinggi
badan diukur (BD) secara vertikal mulai dari pangkal jari-jari pertama
sirip punggung hingga pangkal jari-jari pertama sirip perut. (Moyle, P.B. & J.J. Cech. 1988).
C.5 Sistem
Integumen pada Ikan
Sistem integumen
pada seluruh mahluk hidup merupakan bagian tubuh yang berhubungan langsung dengan lingkungan luar tempat mahluk hidup tersebut berada. Pada sistem integumen terdapat sejumlah organ atau straktur dengan fungsi yang beraneka pada
bermacam-macam jenis mahluk hidup (Rahadjo, 1980).
Yang termasuk
dalam sistem integumen pada ikan adalah kulit dan derivat integumen. Kulit merupakan lapisan penutup tubuh yang terdiri dari dua lapisan, yaitu epidermis pada lapisan terluar dan dermis pada
lapisan dalam. Derivat integumen merupakan suatu struktur yang secara embryogenetik berasal dari salah satu atau kedua lapisan kulit yang sebenarnya (Rahadjo, 1980).
Sistem integumen yang berhubungan
langsung dengan lingkungan tempat hidup
memiliki berbagai fungsi yang sangat vital pada kehidupan ikan, yaitu :
1.
Pertahanan fisik
Merupakan fungsi
utama dari integument yaitu sebagai pertahanan pertama dari
infeksi, paparan sinar ultra violet [UV] dan gesekan tubuh dengan
air atau benda keras lainnya.
2. Keseimbangan cairan
Keseimbangan
cairan dilakukan oleh integumen kelompok amphibian dan ikan
memiliki sistem tersendiri dalam proses keseimbangan cairan yaitu
dengan menggunakan insangnya.
3.
Thermoregulasi
Thermoregulasi
dilakukan oleh vertebrata dengan jalan memasukkan dan mengeluarkan
panas secara bergantian melalui aliran darah pada kulit.
4. Warna
Warna yang ada
pada integurnen ikan digunakan sebagai alat komunikasi,
tingkah laku seksual, peringatan dan penyamaran untuk mengelabui
predator.Warna yang dihasilkan akan berbeda-beda
yang disebabkan karena perbedaan tempat hidup dari ikan
tersebut.
5. Pergerakan
Pergerakan ikan
dipengaruhi pula oleh keberadaan sisik yang membantu dalam meningkatkan kemampuan berenang ikan yang menghadapi
halangan kuat.
6. Respirasi
Respirasi ikan tidak menggunakan kulit sebagai sarananya tetapi dilakukan oleh golongan Amphibian. Hal ini dilakukan
karena kulit merupakan lapisan yang relatif tipis,
selalu basah dan terdapat banyak pembuluh darah sehingga pertukaran oksigen
dan karbondioksida dapat berlangsung.
7. Kelenjar kulit
Pada kulit terdapat kelenjar yang memungkinkan ikan dapat mengeluarkan pheromone
untuk menarik pasangannya dan sebagai alat untuk
menetapkan daerah territorial. Selain itu, kelenjar kulit juga dapat menghasilkan
zat-zat racun yang berguna untuk mencari mangsa ataupun untuk pertahanan din’
dari predator.
8. Keseimbangan garam dilakukan pada kulit dan insang yaitu dengan pengaturan kadar garam cairan
tubuh ikan [osmoregulasi] sehingga cairan dalam
tubuh akan tetap stabil sesuai dengan lingkungan
dimana ikan berada
9. Organ indera Kulit memiliki sel-sel yang berfungsi sebagai reseptor dari stimulus lingkungan.(Rahadjo, 1980)
a) Sisik Ikan
Ikan mempunyai bentuk, ukuran dan jumlah sisik yang dapat
memberikan gambaran bagaimana kehidupan ikan tersebut. Sisik ikan mempunyai
bentuk dan ukuran yang beraneka macam. Jenis sisik yang dimiliki ikan dapat dibagi atas bahan-bahan pembentukannva, yaitu:
1. Sisik Placoid, yaitti sisik yang biasa
dimiliki oleh kelompok Elasmobranchii dan disebut dermal denticle. Sisik ini terbentuk
seperti pada gigi manusia dimana bagian ectodermalnya memiliki lapisan email
yang disebut sebagai vitrodentin dan lapisan dalamnya ‘disebut dentine yang
berisi pembuluh dentinal.
2. Sisik
Cosmoid, yaitu sisik yang memiliki bagian terluar disebut
vitrodentilie, lapisan bawahnya disebut cosinine dan bagian terdalam
terdapat pefilbuluh darah, syaraf dan substansi tulang isopedine.
3. Sisik Ganoid, yaitu sisik yang
memiliki lapisan terluar b erupa pemunpukan garani-garam anorganik
yang disebut ganoine. Bagian dalamaya terdapat substansi tulang
isopedine.
4. Cycloid dan Ctenoid, yaitu
sisik yang tidak mengandung dentine. Dua jenis sisik
ini paling banyak ditemui pada kebanyakan ikan.
Pengelompokan
sisik selain berdasarkan bahan penyusunnya juga didasarkan atas bentuk sisik
tersebut, yaitu:
1.
Sisik Placoid, merupakan
sisik yang tumbuhnya saling berdamputgan atau sebelah menyebelah dengan pola tumbuh mencuat
dari kulitnya.
2.
Sisik Rhombic, merupakan
sisik yang berbentuk belah ketupat dengan pertumbuhan yang sebelah menyebelah.
3.
Sisik
Cycloid, merupakan sisik yang bentuknya
melingkar dimana didalamnya terdapat garis-garis
melingkar disebut circulii, anulii, radii, dan focus.
4.
Sisik
Ctenoid, merupakan sisik yang memiliki stenii pada bagian posteriornya dan bentukan sisir pada
bagian anteriornya.
(Rahadjo, 1980).
Selain jenis sisik yang menjadi kriteria bagi suatu
jenis ikan tertentu, jumlah sisik ikan juga perlu diperhatikan :
1.
Jumlah sisik
pada gurat sisi merupakan jumlah pori-pori pada gurat sisi atau jika gurat sisi
tidak sempurna atau tidak ada, maka jumlah sisik yang dihitung adalah jumlah
sisik yang biasa ditempati gurat sisi atau disebut deretan sisik sepanjang sisi
badan. Penghitungan sisik ini dimulai dari sisik yang menyentuh tulang bahu
hingga pangkal ekor.
2.
Jumlah sisik
melintang badan merupakan jumlah baris sisik antara gurat sisi dan awal sirip
punggung atau sirip punggung pertama dan antara gurat sisi dan awal sirip
dubur. Sisik yang terdapat di depan awal sirip punggung dan sirip dubur
dihitung ½.
3.
Jumlah sisik di
depan sirip punggung meliputi semua sisik di pertengahan punggung antara insang
dan awal sirip punggung.
4.
Jumlah sisik di
sekeliling batang ekor meliputi jumlah baris sisik yang melingkari batang ekor
pada bidang yang tersempit.
5.
Jumlah sisik di
sekeliling dada merupakan jumlah sisik di depan sirip punggung yang melingkari
dada(Rahadjo, 1980)
Ada juga satu
obyek dalam sifat meristik adalah menghitung jumlah sisik yang dilalui oleh linea lateralis (1:1). Penghitungan sisik pada linea lateralis ini dimulai dari ujung anterior operculum terbelakang dan berakhir pada bagian caudal peduncle atau pangkal batang ekor. Jika terdapat lebih dari satu linea lateralis
maka yang dihitung adalah yang sisik yang terletak di
tengah. Seadainya linea lateralis tidak jelas ataupun tidak ada maka dihitung jumlah sisik di tempat biasanya
garis rusuk tersebut berada (Rahadjo, 1980).
b)
Gurat Sisi
Linea lateralis
merupakan salah satu bagian tubuh ikan yang dapat dilihat secara langsung sebagai garis yang gelap di sepanjang kedua sisi tubuh ikan mulai dari posterior operculum sampai pangkal ekor (peduncle). Pada linea lateralis terdapat
lubang-lubang yang berfungsi untuk
menghubungkan kondisi luar tubuh dengan sistem canal yang menampung sel-sel sensori dan
pembuluh syaraf. Linea lateralis sangat penting
keberadaannya sebagai organ sensori ikan yang dapat
mendeteksi perubahan gelombang air dan listrik. Selain itu, linea lateralis juga juga berfungsi sebagai echo-location yang membantu ikan untuk mengidentifikasi lingkungan sekitamya (Manda et al., 2005).
C.6 Anatomi ikan
C.6.1 Sistem rangka ikan
Rangka pada ikan berfungsi untuk menegakkan tubuh, menunjang
atau menyokong organ-organ tubuh, melindungi organ-organ tubuh ikan dan
berfungsi pula dalam pembentukkan butir darah merah (Rahardjo, 1985).
Rangka
pada ikan berfungsi untuk menegakkan tubuh, menunjang organ tubuh, melindungi
organ tubuh, dan menunjang pembentukan butiran darah merah (Sugiri, 1992).
Menurut
Rahardjo (1985), Rangka pada ikan dibedakan menjadi tiga, yaitu :
1.
Rangka axial, terdiri
dari :
·
Tulang tengkorak
Secara
umum perkembangannya berasal dari tiga
sumber, yaitu :
·
Dermocranium, yaitu
tulang tengkorak yang asalnya dibuat dari sisik yang berfungsi sebagai dermis.
·
Chondrocranium, yaitu
pembungkus otak yang berasal dari tulang rawan.
·
Splanchnocranium, yaitu
tulang tengkorak yang berasal dari rangka penyokong lengkung insang.
Umumnya
tulang - tulang dermal membentuk atap tengkorak. Sepasang tulang parietal
terletak didaerah atap tengkorak paling belakang. Sepasang tulang frontal yang
merupakan keeping dermal yang luas berkembang tepat didepan tulang parietal.
Sepasang tulang nasal yang bentuknya memanjang dan terletak diantara dua lubang
hidung. Beberapa tulang dermal yang terdapat pada tulang- tulang tersebut
yaitu post frontal, prefrontal, postnarietal, dan masih banyak lagi.
Sepasang tulang lacrimal terdapat pada bagian anterior sisik tengkorak .Pada
bagian telinga terdapat pada tulang squamosal, yang merupakan tulang dermal.
Rahang atas terdiri dari tulang maxilla dan premaxila.Permaxilla dan maxilla
pada beberapa ikan terutama ikan buas, seringkali dilengkapi dengan gigi-gigi.
Tulang dermal yang terdapat pada langit-langit mulut ialah prevomer, endopterygoid,
ectopterygoid, palatine (masing-masing terdiri atas satu pasang) dan
pharaspenoid (satu buah). Tulang dermal yang terdapat pada rahang bawah ialah
dentary, splenial, angular dan articular. Tulang dentary yang dilengkapi
deangan gigi-gigi. Tulang punggung dan tulang rusuk. Secara emnbriologik,
tulang punggung berkebang dari sceletome yang terdapat pada sekeliling
notochorda dan batang saraf,tiap-tiap pasang sceletome berkembangmenjadi empat
pasang rawan yang dinamakan arcualia (Rahardjo, 1985).
Dua
pasang arcuale terletak diatas notochorda, Bagian depan disebut basidorsal yang
akan berkembang menjadi lengkungneural dan bagian belakang dinamakan
interdorsal. Dua pasang arcuela lagi terdapat pada bagian bawah notochorda
yang didepan dinamakan basiventral yang berkembangmenjadi lengkung haimal,
sedangkan bagian belangkang interventral. Interventral daninterdorsal pada
conricthye berkembang menjadi kuping intercalary yang terdapat pada ruas tulang
punggung. Jadi ruas tulang punggung dibentuk oleh arcualia yang mengadakan
invasi mengelilingi notochorda. Berdasarkan pembentukannya, terdapat dua macam
tulang punggung yang monospondyly dan diplospondyly. Tulang punggung yang
monospondyly dibentuk dari persatuan interdorsal dan interventral suatu somite
dengan basidorsal dan basiventral somite dibelakangnya (Rahardjo, 1985).
a.
Tulang
punggung dan tulang rusuk
Secara embriotik tulang punggung berkembang menjadi
scelerotome yang terdapat pada sekeliling notochondria dan batang saraf. Tiap
pasang scelerotome berkembang menjadi
empat pasang tulang rawan yang dinamakan areulia.
Tulang punggung badan dan tulang punggung ekor. Tiap-tiap ruas di daerah badan
dilengkapi dengan sepasang tulang rusuk kiri dan kanan untuk melindungi organ
dalam rongga badan (Rahardjo, 1985).
2.
Rangka
visceral
Rangka ini terdiri dari struktur
tulang yang menyokong insang dan mengelilingi pharynk. Struktur ini terdiri
dari tujuh lengkung tulang insang. Dua lengkung insang yang pertama menjadi
bagian dari tulang tengkorak, sedangkan yang lainnya berfungsi sebagai
penyokong insang(Rahardjo,
1985).
3.
Rangka
apendikular
Rangka apendikular adalah tulang penyokong sirip dan
pelekatnya. Pada ikan terdapat lima macam sirip, yaitu sirip tunggal (sirip
punggung, sirip ekor, dan sirip dubur) dan sirip berpasangan (sirip dada dan
sirip perut) (Rahardjo, 1985).
Sistem skeleton
merupakan sistem tulang rangka. Secara
embriologi, tulang punggung berkembang dari scerotome yang terdapat di
sekeliling notochord dan batang saraf. Tulang punggung di daerah badan (abdominal)
dibentuk bersamaan dengan tulang di daerah ekor (caudal). Tiap ruas
tulang di daerah badan dilengkapi oleh sepasang tulang rusuk (pleural rib)
kiri dan kanan yang berfungsi untuk melindungi organ-organ yang ada di dalam
rongga badan. Pada batang ekor bagian
bawah terdapat satu cucuk hemal (hemal spine) dan pada bagian atas
terdapat cucuk neural (neural spine) (Rahadjo, 1980).
C.6.2 Sistem Pencernaan Ikan
Menurut Rahardjo (1985), sistem digestoria meliputi 2 bagian
yaitu pencernaan dan kelenjar pencernaan.
1. Pencernaan
Mulai dari muka ke belakang, saluran
pencernaan tersebut terdiri dari mulut, rongga mulut, farings, esofagus,
lambung, pilorus, usus, rektum dan anus.
a.
Mulut
Bagian terdepan dari mulut adalah bibir,
pada ikan-ikan tertentu bibir tidak berkembng dan malahan hilang secara total
karena digantikan oleh paruh atau rahang (ikan famili scaridae, diodotidae,
tetraodontidae). Pada ikan belanak atau tambakan, bibir berkembang dengan baik
dan menebal, bahkan mulutnya dapat disembulkan. Keberadaan bibir berkaitan erat
dengan cara mendapatkan makanan. Di sekitar bibir pada ikan tertentu terdapat
sungut, yang berperan sebagai alat peraba. Mulut terletak di ujung hidung dan
juga terletak di atas hidung (Rahardjo,
1985).
b. Rongga mulut
Di bagian belakan mulut terdapat ruang
yang disebut rongga mulut. Rongga mulut ini berhubungan langsung dengan segmen
faring. Secara anatomis organ yang terdapata pada rongga mulut adalah gigi,
lidah dan organ palatin. Permukaan rongga mulut diselaputi oleh lapisan sel
permukaan (epitelium) yang berlapis. Pada lapisan permukaan terdapat sel-sel
penghasil lendir (mukosit) untuk mempermudah masuknya makanan. Disamping
mukosit, di bagian mulut juga terdapat organ pengecap (organ penerima rasa) yang
berfungsi menyeleksi makanan
c.
Farings
Lapisan permukaan faring hampir sama
dengan rongga mlut, masih ditemukan organ pengecap, Sebagai tempat proses
penyaringan makanan.
d. Esofagus
Permulaan dari saluran pencernaan yang
berbentuk seperti pipa, mengandung lendir untuk membantu penelanan makanan.
Pada ikan laut, esofagus berperan dalam penyerapan garam melalui difusi pasif
menyebabkan konsentrasi garam air laut yang diminum akan menurun ketika berada
di lambung dan usus sehingga memudahkan penyerapan air oleh usus belakang dan rectum
(proses osmoregulasi)
e. Lambung
Lambung merupakan segmen pencernaan yang
diameternya relatif lebih besar bila dibandingkan dengan organ pencernaan yang
lain. Besarnya ukuran lambung berkaitan dengan fungsinya sebagai penampung
makanan. Seluruh permukaan lambung ditutupi oleh sel mukus yang mengandung
mukopolisakarida yang agak asam berfungsi sebagai pelindung dinding lambung
dari kerja asam klorida. Sebagai penampung makanan dan mencerna makanan secara
kimiawi. Pada ikan-ikan herbivora terdapat gizard (lambung khusus) berfungsi
untuk menggerus makanan (pencernaan secara fisik).
f.
Pilorus
Pilorus merupakan segmen yang terletak
antara lambung dan usus depan. Segmen ini sangat mencolok karena ukurannya yang
mengecil/menyempit.
g. Usus ( intestinum)
Merupakan segmen yang terpanjang dari
saluran pencernaan. Intestinum berakhir dan bermuara keluar sebagai anus.
Merupakan tempat terjadinya proses penyerapan zat makanan
h. Rektum
Rektum merupakan segmen saluran pencernaan
yang terujung. Secara anatomis sulit dibedakan batas antara usus dengan rektum.
Namun secara histologis batas antara kedua segmen tersebut dapat dibedakan
dengan adanya katup rektum.
i.
Kloaka
Kloaka adalah ruang tempat bermuaranya
saluran pencernaan dan saluran urogenital. Ikan bertulang sejati tidak memiliki
kolaka, sedangkan ikan bertulang rawan memiliki organ tersebut.
j.
Anus
Anus merupakan ujung dari saluran
pencernaan. Pada ikan bertulang sejati anus terletak di sebelah depan saluran
genital. Pada ikan yang bentuk tubuhnya memanjang, anus terletak jauh
dibelakang kepala bedekatan dengan pangkal ekor. Sedangkan ikan yang tubuhnya
membundar, posisi anus terletak jauh di depan pangkal ekor mendekati sirip
dada.(Rahardjo, 1980).
2.
Kelenjar Pencernaan
Kelenjar pencernaan berguna untuk menghasilkan
enzim pencernaan yang nantinya akan bertugas membantu proses penghancuran
makanan. Enzim pencernaan yang dihasilkan oleh ikan buas juga berbeda dengan
ikan vegetaris. Ikan buas pada umumnya menghasilkan enzim-enzim pemecah
protein, sedangkan ikan vegetaris menghasilkan enzim-enzim pemecah karbohidrat.
Kelenjar pencernaan terdiri dari hati dan pankreas. Disamping itu, saluran
pencernaannya (lambung dan usus) juga berfungsi sebagai kelenjar pencernaan.
Hati meupakan organ penting yang
mensekresikan bahan untuk proses pencernaan. Organ ini umumnya merupakan suatu
kelenjar yang kompak, berwarna merah kecokelatan. Posisi hati terletak pada
rongga tubuh bagian bawah, di belakang jantung dan disekitar usus depan. Di
sekitar hati terdapat organ berbentuk kantong kecil, bulat, oval atau memanjang
dan berwarna hijau kebiruan, organ ini dinamakan kantung empedu yang fungsinya
untuk menampung cairan empedu yang disekresikan oleh organ hati. Secara umum
hati berfungsi sebagi tempat metabolisme karbohidrat, lemak dan protein serta tempat
memproduksi cairan empedu (Rahardjo, 1985).
Pankreas merupakan organ yang
mensekresikan bahan (enzim) yang berperan dalam proses pencernaan. Pankreas ada
yang berbentuk kompak dan ada yang diffus (menyebar) di antara sel hati. Letak
penkreas berdekatan dengan usus depan sebab saluran pankreatik bermuara ke usus
depan. Saluran pankreatik yaitu saluran-saluran kecil yang bergabung satu sama
lain dan pada akhirnya akan terbentuk saluran yang keluar dari pankreas menuju
usus depan
(Rahardjo, 1985).
C.6 3
Sistem Pernafasan Ikan
Organ utama
untuk pernafasan dari dalam media air pada ikan adalah insang. Udara pernafasan
diambil melalui mulut dan keluar melalui dubur. Insang terdapat di dalam rongga
insang yang berasal dari kantong insang. Pada waktu embrio, kantong merupakan
sepasang penonjolan ke arah luar dari lapisan endodermal di daerah anterior
saluran pencernaan embrio (Rahardjo, 1985).
Ikan
membutuhkan oksigen untuk kelangsungan hidupnya. Pada umumnya, oksigen masuk ke
dalam tubuh ikan melalui jaringan dalam insang dengan cara difusi, yaitu
terbawa dalam aliran darah dimana melekul oksigen ini menempel pada hemoglobin
darah yang kemudian akan diedarkan ke seluruh tubuh. Peredaran darah dalam
filamen insang merupakan pertemuan antara pembuluh darah yang berasal dari
jantung. Pada tiap filamen ingsang ini terdiri dari lamela insang, yaitu tempat
terjadinya pertukaran gas (Rahadjo, 1980).
Mekanisme
pernapasan pada ikan golongan elasmobranchii terjadi dalam tiga tahap.
Tahap pertama adalah otot corocoid dan corobranchial berkontraksi
sehingga air masuk melalui rongga mulut melalui proses pengisapan. Tahap kedua
adalah otot abductor rahang atas dan bawah melemas, sedangkan tulang
lengkung ingsang atas dan bawah berkontraksi. Tahap ketiga adalah otot adductor
intercual melemas dan beberapa otot
lain berkontraksi untuk mempersempit rongga insang sehingga air dipaksa masuk
melalui lamela insang (Rahadjo, 1980).
1.
Insang
pada ikan elasmobranchia
Pada
ikan ini belum terdapat tutup insang, sehingga celah insang langsung
berhubungan dengan lingkungan. Celah insang berjumlah 5 pasang, pada
jenis-jenis tertentu sering dijumpai 6-7 pasang celah insang. Pada keadaan
biasa air masuk dari mulut melalui insang di dalam rongga insang kemudian
dikeluarkan melalui celah insang. Pertukaran oksigen dan karbondiok-sida,
terjadi di dalam lamela insang (Rahardjo, 1985).
Setiap
lengkung insang pada elasmobranchia disokong oleh rangka yang melengkung,
terdiri dari :
a.
Tapis insang, terdapat pada dasar lengkung insang
mengarah ke dalam rongga pharing. Berfungsi untuk menapis bahan makanan yang
terbawa bersama air pernafasan, yang kemudian diteruskan ke dalam oesophagus.
b.
Jari-jari insang,
melekat pada bagian luar dari leng¬kung insang mengarah ke permukaan tubuh sebagai
penguat struktur insang.
c.
Lamela insang, berupa
rambut yang halus terbungkus oleh epithelium tipis dengan satu ujungnya melekat
pada jari-jari insang penuh dengan kapiler darah. Di sini terjadi proses
pernafasan di dalam insang.(Rahardjo, 1985)
2.
Insang
pada ikan osteichthyes
Pada
ikan ini operculum yang tersusun atas 4 potong tulang dermal, yaitu operculum,
properculum, interculum, dan sub operculum. Selaput tipis bekerja sebagai klep
pada celah insang. Bagian depan dari selaput melekat pada operculum, sedangkan
pada bagian belakangnya terlepas bebas. Selaput kulit tipis ini disebut membran
branchiostegii yang disokong oleh beberapa potong yang terletak pada dinding
ventral pharing disebut radii branchiostegii. Septum insang hanya satu saja dan
tidak menonjol keluar dari lamela insang, serta kadang-kadang insang tidak ada.
Jari-jari insang selalu ada sepasang untuk setiap lengkung insang ber-jumlah 5,
tetapi lengkung insang 1 dan 5 berupa hemibranchia, hanya lengkung kedua, tiga
dan empat saja yang berupa holobranchia. Lamela insang pada lengkung pertama
hanya ada pada bagian belakang lengkung insang dan pada lengkung insang kelima
pada bagian depan saja (Rahardjo, 1985).
C.6.4 Sistem
Reproduksi
Reproduksi adalah kemampuan
individu untuk menghasilkan keturunan sebagai upaya untuk melestarikan jenisnya
atau kelompoknya. Untuk dapat melakukan reproduksi maka harus ada gamet jantan
dan betina. Penyatuan gamet jantan dan betina akan membentuk zigot yang
selanjutnya berkembang menjadi generasi baru. (Yushinta Fujaya, 2004).
Menurut Anonim (2006), meskipun tidak semua individu
mampu menghasilkan keturunan, namun setidaknya reproduksi berlangsung pada
sebagian besar individu yang hidup di permukaan bumi ini. Tingkah laku reproduksi pada ikan
merupakan suatu siklus yang dapat dikatakan berkala dan teratur. Kebanyakan ikan mempunyai siklus
reproduksi tahunan. Sekali mereka memulainya maka hal itu akan berulang terus
menerus sampai mati. Beberapa ikan malahan bisa bereproduksi lebih dari satu
kali dalam satu tahun.
Menurut Anne Ahira (2011), cara reproduksi ikan ada
antara lain :
1. Ovipar, yaitu sel telur dan sel sperma bertemu di luar tubuh dan embrio ikan
berkembang di luar tubuh sang induk. Contoh : ikan pada umumnya.
2. Vivipar, kandungan kuning telur
sangat sedikit, perkembangan embrio ditentukan oleh hubungannya dengan
placenta, dan anak ikan menyerupai induk dewasa.
3. Ovovivipar, sel telur cukup
banyak mempunyai kuning telur, Embrio berkembang di dalam tubuh ikan induk
betina, dan anak ikan menyerupai induk dewasa. Contoh : ikan-ikan livebearers.
Secara umum ikan dapat dibedakan atas dua jenis yaitu
jantan dan betina (biseksual/dioecious) dimana sepanjang hidupnya memiliki
jenis kelamin yang sama. Istilah lain untuk keadaan ini disebut gonokhoristik
yang terdiri atas dua kelompok yaitu :
1. Kelompok yang tidak berdiferensiasi, artinya pada waktu
juvenil, jaringan gonad belum dapat diidentifikasi apakah berkelamin jantan
atau betina.
2. Kelompok yang berdiferensiasi, artinya sejak juvenil sudah
tampak jenis kelaminnya apakah jantan atau betina.
Selain gonokhoristik, dikenal
pula istilah hermafrodit yang artinya di dalam tubuh individu ditemukan dua
jenis gonad (jantan dan betina). Bila kedua jenis gonad ini berkembang secara
serentak dan mampu berfungsi, keduanya dapat matang bersamaan atau bergantian
maka jenis hermafrodit ini disebut hermafrodit sinkroni. Contoh ikan yang
bersifat seperti ini adalah Serranus cabrilla, Serranus subligerius dan Hepatus
hepatus. Ikan yang termasuk golongan ini adalah Sparrus auratus dan Pagellus
centrodontus. Bila pada awalnya berkelamin jantan namun semakin tua akan
berubah kelamin menjadi betina maka disebut sebagai hermafrodit protandri.
Sedangkan hermafrodit protogini adalah istilah untuk individu yang pada awalnya
berkelamin betina, namun semakin tua akan berubah menjadi kelamin jantan
seperti dijumpai pada ikan belut, Fluta alba (Anne Ahira, 2011)
Perbedaan seksualitas pada
ikan dapat dilihat dari ciri-ciri seksualnya. Ciri seksual pada ikan terbagi
atas ciri seksual primer dan ciri seksual sekunder. Ciri seksual primer adalah
alat/organ yang berhubungan dengan proses reproduksi secara langsung. Ciri tersebut meliputi testes dan
salurannya pada ikan jantan serta ovarium dan salurannya pada ikan betina. Ciri
seksual primer sering memerlukan pembedahan untuk melihat perbedaannya. Hal ini
membuat ciri seksual sekunder lebih berguna dalam membedakan jantan dan betina
meskipun kadangkala juga tidak memberikan hasil yang nyata (Anne Ahira, 2011)
Ciri seksual sekunder terdiri atas dua jenis yaitu
yang tidak mempunyai hubungan dengan kegiatan reproduksi secara keseluruhan,
dan merupakan alat tambahan pada pemijahan. Bentuk tubuh ikan merupakan ciri
seksual sekunder yang penting. Biasanya ikan betina lebih buncit dibandingkan
ikan jantan, terutama ketika ikan tersebut telah matang atau mendekati saat
pemijahan (spawning). Hal tersebut disebabkan karena produk seksual yang
dikandungnya relatif besar. Pada saat puncak pemijahan, tampak pada banyak ikan
jantan suatu benjolan yang timbul tepat sebelum musim pemijahan dan menghilang
sesaat setelah pemijahan. Contoh kejadian seperti ini dapat dilihat pada ikan
minnow (Osmerus). Ada juga ikan yang memiliki sirip ekor bagian bawah yang
memanjang pada ikan jantan Xiphophorus helleri, sirip ekor yang membesar
dijumpai pada ikan Catostomus commersoni. Contoh yang sangat ekstrim dijumpai
pada ikan anglerfish (Ceratias) dimana ikan jantan jauh lebih kecil daripada
ikan betinanya. Sebegitu kecilnya sehingga ukurannya lebih kecil daripada ovarium
ikan betina yang matang (Anne Ahira, 2011).
Ciri seksual sekunder tambahan yang mencirikan ikan
jantan pada beberapa spesies, dalam hal ini sirip anal berkembang menjadi alat
kopulasi (intromittent). Gonopodium terdapat pada ikan Gambusia affinis,
Lobistes reticulatus dan ikan-ikan famili Poeciliidae. Pada ikan Xenodexia,
modifikasi sirip dada digunakan dalam perkawinan untuk memegang gonopodium pada
kedudukannya sehingga memudahkan masuk ke dalam oviduct betina. Pada Chimaera
jantan berkembang suatu organ clasper di bagian atas kepalanya yang dinamakan
ovipositor yang berfungsi sebagai alat penyalur telur. Bentuk seperti ini
dijumpai pada ikan Rhodeus amarus dan Carreproctus betina (Anne Ahira, 2011).
Pewarnaan pada ikan sering juga digunakan sebagai
pengenal seksualitas. Umumnya ikan jantan mempunyai warna yang lebih cemerlang
daripada ikan betina. Pada ikan sunfish, Lepomis humilis, jantannya mempunyai
bintik jingga yang lebih terang dan lebih banyak dibandingkan betinanya (Anne Ahira, 2011).
C.6.5 Sistem
Sirkulasi
Sistem
Circulatoria (peredaran darah) terdiri dari jantung (yang merupakan
pusat pemompaan darah) dan pembuluh darah. Pembuluh darah ini adalah vena (yang
membawa darah menuju ke jantung), arteri (yang membawa darah dari jantung) dan
kapiler (yang menghubungkan arteri dengan vena). Darah merupakan suatu cairan
yang dinamakan plasma, tempat beberapa bahan terlarut dan tempat erythrocyte,
leucocyte dan beberapa bahan tersuspensi. Sistem peredaran darah ikan
disebut sistem peredaran darah tunggal (Rahadjo, 1980).
Jantung
ikan terletak pada ruang pericardial di sebelah posterior dan terdiri
dari dua ruang, yaitu atrium dan ventricle. Pada jantung terdapat
ruang tambahan yang disebut sinus venosus yang berdinding tipis. Pada elasmobranchii,
conus arteriosus sudah tereduksi menjadi suatu struktur yang sangat
kecil, sedangkan bulbus arteriosus
yang berdinding tebal menjadi bagian dari perluasan sebagian aorta
ventral (Rahadjo, 1980).
Darah
pada ikan berfungsi sebagai alat transport sisa oksidasi, menjaga tubuh
mengedarkan darah, mengedarkan hormon dari kelenjar buntu,dan menghindarkan
tubuh dari infeksi. Komponen darah pada ikan yaitu :
1. Plasma darah, yaitu cairan darah yang
mengandung butiran darah merah,
mineral dari sisa makanan, sisa dari bagian tubuh yang tidak
terpakai, enzim, gas dan hormon.
2. Sel Darah
a. Erytrocite
- Bentuk oval dengan inti berdiameter 7-36
mikron
- Mengandung Hb yang mengikat karbohidrat dan
O2
b. Leucocyte
- Bentuk ameboid, berinti sel cekung
Menurut
Rahardjo (1985), peredaran darah pada ikan dilakukan oleh organ:
1. Jantung
2. Pembuluh Darah
3. Pembuluh Limfa
Sistem Circulatoria
(peredaran darah) terdiri dari jantung (yang merupakan pusat pemompaan darah)
dan pembuluh darah. Pembuluh darah ini adalah vena (yang membawa darah menuju
ke jantung), arteri (yang membawa darah dari jantung) dan kapiler (yang
menghubungkan arteri dengan vena). Darah merupakan suatu cairan yang dinamakan
plasma, tempat beberapa bahan terlarut dan tempat erythrocyte, leucocyte
dan beberapa bahan tersuspensi. Sistem peredaran darah ikan disebut sistem
peredaran darah tunggal (Rahadjo, 1985).
Jantung ikan
terletak pada ruang pericardial di sebelah posterior dan terdiri dari
dua ruang, yaitu atrium dan ventricle. Pada jantung terdapat
ruang tambahan yang disebut sinus venosus yang berdinding tipis. Pada elasmobranchii,
conus arteriosus sudah tereduksi menjadi suatu struktur yang sangat
kecil, sedangkan bulbus arteriosus
yang berdinding tebal menjadi bagian dari perluasan sebagian aorta
ventral (Rahadjo, 1980).
2.1.4
Sistem
Reproduksi
Reproduksi adalah kemampuan
individu untuk menghasilkan keturunan sebagai upaya untuk melestarikan jenisnya
atau kelompoknya. Untuk dapat melakukan reproduksi maka harus ada gamet jantan
dan betina. Penyatuan gamet jantan dan betina akan membentuk zigot yang
selanjutnya berkembang menjadi generasi baru. (Yushinta Fujaya, 2004).
Menurut Anonim (2006), meskipun tidak semua individu
mampu menghasilkan keturunan, namun setidaknya reproduksi berlangsung pada
sebagian besar individu yang hidup di permukaan bumi ini. Tingkah laku reproduksi pada ikan
merupakan suatu siklus yang dapat dikatakan berkala dan teratur. Kebanyakan ikan mempunyai siklus
reproduksi tahunan. Sekali mereka memulainya maka hal itu akan berulang terus
menerus sampai mati. Beberapa ikan malahan bisa bereproduksi lebih dari satu
kali dalam satu tahun.
Menurut Anne Ahira (2011), cara reproduksi ikan ada
antara lain :
1. Ovipar, yaitu sel telur dan sel sperma bertemu di luar tubuh dan embrio ikan
berkembang di luar tubuh sang induk. Contoh : ikan pada umumnya.
2. Vivipar, kandungan kuning telur
sangat sedikit, perkembangan embrio ditentukan oleh hubungannya dengan
placenta, dan anak ikan menyerupai induk dewasa.
3. Ovovivipar, sel telur cukup
banyak mempunyai kuning telur, Embrio berkembang di dalam tubuh ikan induk
betina, dan anak ikan menyerupai induk dewasa. Contoh : ikan-ikan livebearers.
Secara umum ikan dapat dibedakan atas dua jenis yaitu
jantan dan betina (biseksual/dioecious) dimana sepanjang hidupnya memiliki
jenis kelamin yang sama. Istilah lain untuk keadaan ini disebut gonokhoristik
yang terdiri atas dua kelompok yaitu :
1. Kelompok yang tidak berdiferensiasi, artinya pada waktu
juvenil, jaringan gonad belum dapat diidentifikasi apakah berkelamin jantan
atau betina.
2. Kelompok yang berdiferensiasi, artinya sejak juvenil sudah
tampak jenis kelaminnya apakah jantan atau betina.
Selain gonokhoristik, dikenal
pula istilah hermafrodit yang artinya di dalam tubuh individu ditemukan dua
jenis gonad (jantan dan betina). Bila kedua jenis gonad ini berkembang secara
serentak dan mampu berfungsi, keduanya dapat matang bersamaan atau bergantian
maka jenis hermafrodit ini disebut hermafrodit sinkroni. Contoh ikan yang
bersifat seperti ini adalah Serranus cabrilla, Serranus subligerius dan Hepatus
hepatus. Ikan yang termasuk golongan ini adalah Sparrus auratus dan Pagellus
centrodontus. Bila pada awalnya berkelamin jantan namun semakin tua akan
berubah kelamin menjadi betina maka disebut sebagai hermafrodit protandri.
Sedangkan hermafrodit protogini adalah istilah untuk individu yang pada awalnya
berkelamin betina, namun semakin tua akan berubah menjadi kelamin jantan
seperti dijumpai pada ikan belut, Fluta alba (Anne Ahira, 2011)
Perbedaan seksualitas pada
ikan dapat dilihat dari ciri-ciri seksualnya. Ciri seksual pada ikan terbagi
atas ciri seksual primer dan ciri seksual sekunder. Ciri seksual primer adalah
alat/organ yang berhubungan dengan proses reproduksi secara langsung. Ciri tersebut meliputi testes dan
salurannya pada ikan jantan serta ovarium dan salurannya pada ikan betina. Ciri
seksual primer sering memerlukan pembedahan untuk melihat perbedaannya. Hal ini
membuat ciri seksual sekunder lebih berguna dalam membedakan jantan dan betina
meskipun kadangkala juga tidak memberikan hasil yang nyata (Anne Ahira, 2011)
Ciri seksual sekunder terdiri atas dua jenis yaitu
yang tidak mempunyai hubungan dengan kegiatan reproduksi secara keseluruhan,
dan merupakan alat tambahan pada pemijahan. Bentuk tubuh ikan merupakan ciri
seksual sekunder yang penting. Biasanya ikan betina lebih buncit dibandingkan
ikan jantan, terutama ketika ikan tersebut telah matang atau mendekati saat pemijahan
(spawning). Hal tersebut disebabkan karena produk seksual yang dikandungnya
relatif besar. Pada saat puncak pemijahan, tampak pada banyak ikan jantan suatu
benjolan yang timbul tepat sebelum musim pemijahan dan menghilang sesaat
setelah pemijahan. Contoh kejadian seperti ini dapat dilihat pada ikan minnow
(Osmerus). Ada juga ikan yang memiliki sirip ekor bagian bawah yang memanjang
pada ikan jantan Xiphophorus helleri, sirip ekor yang membesar dijumpai pada
ikan Catostomus commersoni. Contoh yang sangat ekstrim dijumpai pada ikan
anglerfish (Ceratias) dimana ikan jantan jauh lebih kecil daripada ikan
betinanya. Sebegitu kecilnya sehingga ukurannya lebih kecil daripada ovarium
ikan betina yang matang (Anne Ahira, 2011).
Ciri seksual sekunder tambahan yang mencirikan ikan
jantan pada beberapa spesies, dalam hal ini sirip anal berkembang menjadi alat
kopulasi (intromittent). Gonopodium terdapat pada ikan Gambusia affinis,
Lobistes reticulatus dan ikan-ikan famili Poeciliidae. Pada ikan Xenodexia,
modifikasi sirip dada digunakan dalam perkawinan untuk memegang gonopodium pada
kedudukannya sehingga memudahkan masuk ke dalam oviduct betina. Pada Chimaera
jantan berkembang suatu organ clasper di bagian atas kepalanya yang dinamakan
ovipositor yang berfungsi sebagai alat penyalur telur. Bentuk seperti ini
dijumpai pada ikan Rhodeus amarus dan Carreproctus betina (Anne Ahira, 2011).
Pewarnaan pada ikan sering juga digunakan sebagai
pengenal seksualitas. Umumnya ikan jantan mempunyai warna yang lebih cemerlang daripada
ikan betina. Pada ikan sunfish, Lepomis humilis, jantannya mempunyai bintik
jingga yang lebih terang dan lebih banyak dibandingkan betinanya (Anne Ahira, 2011).
C.6.6 Sistem
Sirkulasi
Sistem
Circulatoria (peredaran darah) terdiri dari jantung (yang merupakan
pusat pemompaan darah) dan pembuluh darah. Pembuluh darah ini adalah vena (yang
membawa darah menuju ke jantung), arteri (yang membawa darah dari jantung) dan
kapiler (yang menghubungkan arteri dengan vena). Darah merupakan suatu cairan
yang dinamakan plasma, tempat beberapa bahan terlarut dan tempat erythrocyte,
leucocyte dan beberapa bahan tersuspensi. Sistem peredaran darah ikan
disebut sistem peredaran darah tunggal (Rahadjo, 1980).
Jantung
ikan terletak pada ruang pericardial di sebelah posterior dan terdiri
dari dua ruang, yaitu atrium dan ventricle. Pada jantung terdapat
ruang tambahan yang disebut sinus venosus yang berdinding tipis. Pada elasmobranchii,
conus arteriosus sudah tereduksi menjadi suatu struktur yang sangat
kecil, sedangkan bulbus arteriosus
yang berdinding tebal menjadi bagian dari perluasan sebagian aorta
ventral (Rahadjo, 1980).
Darah
pada ikan berfungsi sebagai alat transport sisa oksidasi, menjaga tubuh
mengedarkan darah, mengedarkan hormon dari kelenjar buntu,dan menghindarkan
tubuh dari infeksi. Komponen darah pada ikan yaitu :
1. Plasma darah, yaitu cairan darah yang
mengandung butiran darah merah,
mineral dari sisa makanan, sisa dari bagian tubuh yang tidak
terpakai, enzim, gas dan hormon.
2. Sel Darah
a. Erytrocite
- Bentuk oval dengan inti berdiameter 7-36
mikron
- Mengandung Hb yang mengikat karbohidrat dan
O2
b. Leucocyte
- Bentuk ameboid, berinti sel cekung
Menurut
Rahardjo (1985), peredaran darah pada ikan dilakukan oleh organ:
1. Jantung
2. Pembuluh Darah
3. Pembuluh Limfa
Sistem Circulatoria
(peredaran darah) terdiri dari jantung (yang merupakan pusat pemompaan darah)
dan pembuluh darah. Pembuluh darah ini adalah vena (yang membawa darah menuju
ke jantung), arteri (yang membawa darah dari jantung) dan kapiler (yang
menghubungkan arteri dengan vena). Darah merupakan suatu cairan yang dinamakan
plasma, tempat beberapa bahan terlarut dan tempat erythrocyte, leucocyte
dan beberapa bahan tersuspensi. Sistem peredaran darah ikan disebut sistem
peredaran darah tunggal (Rahadjo, 1985).
Jantung ikan terletak
pada ruang pericardial di sebelah posterior dan terdiri dari dua ruang,
yaitu atrium dan ventricle. Pada jantung terdapat ruang tambahan
yang disebut sinus venosus yang berdinding tipis. Pada elasmobranchii,
conus arteriosus sudah tereduksi menjadi suatu struktur yang sangat
kecil, sedangkan bulbus arteriosus
yang berdinding tebal menjadi bagian dari perluasan sebagian aorta
ventral (Rahadjo, 1980).
C.7 Klasifikasi dan taksonomi ikan
Identifikasi yang
dilakukan merupakan identifikasi untuk mengenal ciri-ciri baik secara biologi maupun deskriptif dari suatu jenis ikan. Biasanya yang
digunakan sebagai dasar dalam melakukan
identifikasi adalah:
§ Rumus sirip, yaitu rumus yang menggambarkan bentuk dan .jumlah jari-jari sirip
dan bentuk sirip yang merupakan ciri khusus.
§ Perbandingan antara panjang, lebar dan tinggi dari bagian-bagian tertentu atau antara bagian-bagian itu sendiri yang merupakan
ciri umum.
§ Bentuk garis
rusuk dan jumlah sisik yang membentuk garis rusuk.
§ Bentuk sirip dan gigi
§
Tulang-tulang insang.
Berikut adalah unit-unit yang mencakup semua vertebrata yang
biasa disebut sebagai ikan:
Klasifikasi dan taksonomi
merupakan salah satu hal penting dalam mempelajari ilmu perikanan. Mempelajari
taksonomi berarti mengetahui pengelompokan suatu individu berdasarkan perbedaan
dan persamaannya sedangkan taksonomi mempelajari tentang asal usul suatu
individu. (Saanin,1986)
Informasi yang digunakan dalam mempelajari hubungan
evolusioner ikan berawal dari pengetahuan taksonomi terutama deskripsi ikan.
Pengetahuan tersebut menjadi dasar dalam iktiologi dan juga bidang - bidang
lain seperti ekologi, fisiologi. Metode yang digunakan dalam bidang taksonomi
terbagi menjadi enam kategori yaitu :
1) pengukuran morfometrik,
2) ciri meristik,
3) ciri-ciri anatomi,
4) pola warna,
5) kariotipe, dan
6) elektroforesis.
C.7.1 Pengukuran morfometrik
Merupakan beberapa
pengukuran standar yang digunakan pada ikan antara lainpanjang standar, panjang
moncong atau bibir, panjang sirip punggung atau tinggi batang ekor. Keterangan
mengenai pengukuran–pengukuran ini dibuat oleh Hubbs & Lagler (1964). Pada
pengukuran ikan yang sedang mengalami pertumbuhan digunakan rasio dari panjang
standar. Ikan yang digunakan adalah ikan yang diperkirakan mempunyai ukuran dan
kelamin yang sama. Hal ini disebabkan pertumbuhan ikan tidak selalu
proporsional dan dimorfime seksual sering muncul pada ikan (tetapi seingkali
tidak jelas). Pengukuran morfometrik merupakan pengukuran yang penting dalam
mendekripsikan jenis ikan. (Saanin,1986)
C.7.2 Ciri meristik
Merupakan ciri-ciri dalam
taksonomi yang dapat dipercaya, karena sangat mudah digunakan. Ciri meristik
ini meliputi apa saja pada ikan yang dapat dihitung antara lain jari-jari dan
duri pada sirip, jumlah sisik, panjang linea literalis dan ciri ini menjandi
tanda dari spesies. Salah satu hal yang menjadi permasalahan adalah kesalahan
penghitungan pada ikan kecil. Faktor lain yang dapat mempengaruhi ciri meristik
yaitu suhu, kandungan oksigen terlarut, salinitas, atau ketersediaan sumber
makanan yang mempengaruhi pertumbuhan larva ikan (Saanin,1986).
C.7.3 Ciri-ciri anatomi
Sulit untuk dilakukan tetapi
sangat penting dalam mendeskripsi ikan. Ciri-ciri tersebut meliputi bentuk,
kesempurnaan dan letak linea lateralis, letak dan ukuran organ-organ internal,
anatomi khusus seperti gelembung udara dan organ-organ elektrik
(Saanin,1986)
C.7.4 Pola pewarnaan
Merupakan ciri spesifik,
sebab dapat berubah sesuai dengan umur, waktu, atau lingkungan dimana ikan
tersebut didapatkan. Hal ini merupakan bagian penting dalam mendeskripsi setiap
spesies, misal pola pewarnaan adalah ciri spesifik spesies, kondisi organ
reproduksi, jenis kelamin. Masalah utama dalam pewarnaan bila digunakan sebagai
alat taksonomi adalah subjektivitas yang tinggi dalam mendeskripsi ikan
(Saanin,1986).
Sel khusus yang memberikan warna khusus
pada ikan ada dua yaitu iriclocyte dan chromatophore. Iriclocyte
disebut sel cermin karena mengandung bahan yang dapat memantulkan warna, yaitu
guanin kristal (Rahardjo, 1986).
Menurut Rahardjo (1986), chromatophore
dasar ada empat jenis, yaitu :
1. Erythrophore
(merah dan jingga)
2. Xanthophore
(kuning)
3. Malanophore
(hitam)
4. Leucophore
(putih) (Saanin,1986).
Menurut Rahardjo
(1986), warna ikan disebabkan karena pigmen pembawa warna (biochrome)
antara lain :
1.
Carotenoid : kuning, merah, dan corak lain
2. Cromolipod : kuning sampai coklat
3. Indigoid : biru, merah, dan hijau
4. Melanin : hitam atau coklat
5. Porpyrin
/ pigmen empedu
: merah, kuning, hijau dan
coklat
6. Flavin : kuning, kehijau-hijauan
7. Purin : putih atau keperakan
8.
Pterin :
putih, kuning, merah, jingga.(Saanin,1986).
C.7.5 Kariotipe
Merupakan
deskripsi dari jumlah dan morfologi kromosom. Jumlah krosmosom tiap sel
tampaknya menjadi ciri-ciri ikan secara konservatif dan digunakan sebagai
indikator dalam famili. Jumlah lengan kromosom seringkali lebih jelas dari pada
jumlah krosmosom. Teknik lain yang digunakan berkaitan juga dengan kariotiping,
adalah penghitungan jumlah DNA tiap sel. Namun, jumlah DNA cenderung berkurang
pada spesies terspesialisasi (Hidengarrner & Rosen,1972 dalam Moyle
& Cech,1988).
C.7.6 Elektroforesis
Merupakan
teknik yang digunakan untuk mengevaluasi kesamaan protein. Contoh jaringan
diperlakukan secara mekanis untuk mengacak struktur membran sel, agar
melepaskan protein yang larut air. Selanjutnya, protein ini diletakkan dalam
suatu gel, biasanya terbuat dari pati atau agar, yang selanjutnya diperlakukan
dengan menggunakan arus litrik. Kecepatan pergerakan respon protein untuk
berpindah atau bergerak tergantung pada ukuran molekulnya. Kesamaan genetik
dari indiviual dan spesies dapat dibandingkan dengan ada atau tidak adanya
protein yang dibedakan berdasarkan letak dalam gel. Elektroforesis dapat
digunakan untuk menguji variasi genetik dalam populasi
(Saanin,1986).
DAFTAR
PUSTAKA
Affandi, R., Sjafei, D.S., Rahardjo, M.F. dan
Sulistiono. 2004. Fisiologi Ikan, Pencernaan dan Penyerapan Makanan. Departemen
Manajemen Sumberdaya Perairan Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan Institut
Pertanian Bogor. Bogor. 215 hal
Alamsjah, S. 1974. Ichthiyologi Sistematika (Ichthyologi – I). Proyek Peningkatan/Pengembangan Perguruan Tinggi, IPB
Djuanda, T. 1981.
Taksonomi, Morfologi, dan Istilah-istilah Teknik Perikanan.
Akademis Perikanan, Bandung
Rahadjo, M.F. 1985. Ictiologi
Sebagai Pedoman Kerja Praktikum. IPB, Bogor
Rahardjo,MF.1980.
Ichtyologi. IPB:IPB
No comments:
Post a Comment
Nama :
Alamat E-mail :
Pesan :