Ekosistem
Estuari
Nah, teman-teman pasti
tau apa itu ekosistem estuari, atau jagan-jangan teman baru mendengarnya, kali
ini teman-teman pasti tau dari yang tidak tau menjadi tau, dan dari yang tau
menjadi lebih tau lagi,,hehehehJ
Pengertian Ekosistem estuari?
Ekosistem estuari
adalah ekosistem perairan semi-tertutup yang memiliki badan air dengan hubungan
terbuka antara perairan laut dan air tawar yang dibawa oleh sungai. Percampuran
ini terjadi paling tidak setengah waktu dari setahun. Pada wilayah tersebut
terjadi percampuran antara masa air laut dengan air tawar dari daratan,
sehingga air menjadi payau (brackish).
Wilayah ini meliputi muara sungai dan delta-delta besar, hutan mangrove dekat estuari dan hamparan lumpur dan pasir yang luas. Wilayah ini juga dapat dikatakan sebagai wilayah yang sangat dinamis. Karena selalu terjadi proses dan perubahan baik lingkungan fisik maupun biologis. Sehingga estuari memiliki sifat yang unik akibat adanya percampuran antara massa air laut dan tawar membuat tingkat salinitas yang dimiliki dapat berubah-ubah atau memiliki fluktuasi tersendiri. Berubahnya salinitas estuari dapat dipengaruhi oleh adanya pasang surut air dan musim. Selama musim kemarau, volume air sungai yang masuk berkurang, sehingga air laut dapat masuk sampai ke daerah yang lebih tinggi atau hulu dan menyebabkan salinitas yang dimiliki wilayah estuari meningkat. Sebaliknya yang terjadi apabila pada musim penghujan air tawar yang masuk dari hulu ke wilayah estuari meningkat sehingga salinitas yang dimiliki rendah (Barus, 2002).
Adanya aliran air tawar
yang terjadi terus menerus dari hulu sungai dan adanya proses gerakan air
akibat arus pasang surut yang mengangkut mineral-mineral, bahan organik dan
sedimen merupakan bahan dasar yang dapat menunjang produktifitas perairan di
wilayah estuari yang melebihi produktifitas laut lepas dan perairan air tawar.
Oleh karena itu, lingkungan wilayah estuari menjadi paling produktif.
Pembagian dan
Macam-Macam Tipe Estuari
Estuari sebagai sebuah
ekosistem memiliki macam-macam tipe dilihat dari berbagai aspek, yaitu:
1. Perbedaan
salinitas di wilayah estuari mengakibatkan terjadinya proses pergerakan massa
air. Air asin yang memiliki massa jenis lebih besar dibandingkan dengan air
tawar menyebabkan air asin di muara yang berada di lapisan dasar dan mendorong
air tawar ke permukaan menuju laut. Sistem sirkulasi seperti inilah yang
menyebabkan terjadinya proses up-welling. Yaitu prosespergerakan antar massa
air laut dan tawar yang menyebabkan terjadinya stratifikasi atau
tingkatan-tingkatan salinitas. Sehingga terbentuklah beberapa tipe estuari,
yaitu:
a. Estuari positif (baji garam)
Estuari tipe ini
memiliki ciri khas yaitu gradien salinitas di permukaan lebih rendah
dibandingkan dengan salinitas pada bagian dalam atau dasar perairan. Rendahnya
salinitas di permukaan perairan disebabkan karena air tawar yang memiliki berat
jenis lebih ringan dibanding air laut akan bergerak ke atas dan terjadi
percampuran setelah beberapa saat kemudian. Kondisi ini, juga dapat disebabkan
pula oleh rendahnya proses penguapan akibat sedikitnya intensitas matahari yang
masuk pada wilayah estuari. Tipe estuari ini dapat ditemukan di wilayah sub
tropis yang mana terjadinya penguapan rendah dan volume air tawar yang relatif
banyak. Sedangkan untuk wilayah tropis sendiri, dapat pula ditemukan tipe ini
apabila terjadi musim penghujan. Yang mana intensitas cahaya matahari pada
musim tersebut sedikit dan massa air tawar yang masuk lebih besar(Knox, 1986).
b. Estuari negatif
Estuaria tipe ini
biasanya ditemukan di daerah dengan sumber air tawar yang sangat sedikit dan
penguapan sangat tinggi seperti di daerah iklim gurun pasir. Keadaan dari
estuari tipe ini dikarenakan oleh air laut yang masuk ke daerah muara sungai
melewati permukaan sehingga mengalami sedikit pengenceran karena bercampur
dengan air tawar yang terbatas jumlahnya. Lalu tingginya intensitas cahaya
matahari menyebabkan penguapan sangat cepat sehingga air permukaan
hipersalin (banyak mengandung garam) (Knox, 1986).
c. Estuari sempurna
Percampuran sempurna
menghasilkan salinitas yang sama secara vertical dari permukaan sampai ke dasar
perairan pada setiap titik. Estuaria seperti ini kondisinya sangat tergantung
dari beberapa faktor antara lain: volume percampuran masa air, pasang surut,
musim, tipe mulut muara dan berbagai kondisi khusus lainnya. Estuaria
percampuran sempurna kadang terjadi atau ditemukan di daerah tropis khususnya
ketika volume dan kecepatan aliran air tawar yang masuk ke daerah muara
seimbang dengan pasang air laut serta ditunjang dengan mulut muara yang lebar
dan dalam (Knox, 1986).
2. Berdasarkan
geomorfologi, iklim, dan sejarah geologinya estuari dibagi menjadi beberapa
tipe, yaitu:
a. Estuari dataran pesisir
Estuari ini terbentuk
pada akhir jaman es, ketika permukaan laut menggenangi lembah sungai yang
letaknya lebih rendah dibanding dengan permukaan laut itu sendiri.
b. Estuari tektonik
Terjadi karena turunnya
permukaaan daratan sehingga daerah tertentu khususnya didekat pantai digenangi
air.
c. Estuari semi-tertutup (gobah)
Terbentuk karena adanya
gumuk pasir yang sejajar dengan garis pantai dan sebagian wilayahnya memisahkan
perairan yang terdapat dibelakang gumuk dengan air laut. Keadaan ini
menyebabkan terbentuknya gumuk yang merupakan tempat penampungan bagi air tawar
dari daratan. Salinitas yang terdapat dalam gobah bervariasi tergantung keadaan
iklim, ada tidaknya aliran sungai yang masuk, dan luas wilayah gumuk pasir
membatasi masuknya aliran air laut yang masuk.
d. Fjord
Tipe ini sebenarnya
adalah lembah yang telah mengalami pendalaman akibat gleiser. Kemudian kubangan
yang terbentuk digenangi air laut. Tipe ini memiliki ciri khas berupa suatu
ambang yang dangkal pada mulut muaranya (Kramer et al, 1994).
Jenis Flora dan Fauna
(komponen biotik) yang hidup di ekosistem perairan Estuari
Lingkungan estuari
merupakan kawasan yang sangat penting bagi berjuta hewan dan tumbuhan.
Pada daerah-daerah tropis seperti di lingkungan estuari umumnya di tumbuhi
dengan tumbuhan khas yang disebut Mangrove. Tumbuhan ini mampu
beradaptasi dengan genangan air laut yang kisaran salinitasnya cukup lebar.
Pada habitat mangrove ini lah kita akan menemukan berjuta hewan yang hidupnya
sangat tergantung dari kawasan lingkungan ini.
Komponen biotik
merupakan komponen-komponen yang terdiri atas makhluk hidup. Komponen biotik
yang terdapat pada Ekosistem Estuari dapat dikelompokan menjadi:
a. Organisme
autotrop, merupakan organisme yang dapat mengubah bahan organik menjadi
anorganik (dapat membuat makanan sendiri). Organisme autotrop dibedakan menjadi
dua tipe:
- Fotoautotrop
adalah organisme yang dapat menggunakan sumber energi cahaya untuk mengubah
bahan anorganik menjadi bahan organik. Contohnya adalah tumbuhan hijau pada ekosistem
estuari.
- Kemoautotrop
adalah organisme yang dapat memanfaatkan energi dari reaksi kimia untuk membuat
makanan sendiri dari bahan organik (Welch, 1953).
Berbagai organisme
autotrof ini bertindak sebagai produsen, karena kemampuannya untuk mengubah zat
anorganik menjadi organik yang dibutuhkan oleh organisme lain yang dapat pula
disebut sebagai produsen. Di dalam ekosistem estuari dapat dijumpai
berbagai jenis produsen primer. Pada paparan pasir atau lumpur, dapat dijumpai
lamun (Enhalus acoroides) yang merupakan tumbuhan berbunga, dan beberapa jenis
alga, antara lain alga berfilamen seperti Enteromorpha
sp. dan Padina sp. Di dalam kolam air estuari dijumpai fitoplankton,
seperti diatom atau dinoflagellata.
b. Organisme
heterotrop, adalah organisme yang memperoleh bahan organik dari organisme lain.
Contohnya hewan, jamur, dan bakteri non autotrop dapat disebut
sebagai konsumen.
Estuari kaya akan
sumber makanan bagi konsumen primer dari rantai makanan. Sumber makanan utama
diperoleh dari besarnya jumlah detritus yang melimpah di dalam kolam air dan di
dasar estuari. Sebagian besar hewan konsumen primer terdapat di dasar estuari,
seperti teritip (Krustasea, Cirripedia), kerang dan keong (Bivalvia dan
Gastropoda) yang berada di permukaan dasar estuari, ataupun hewan lainnya yang
hidup di dalam lumpur, seperti cacing. Juga tak kalah dengan predator besar,
seperti: Baronang, Kerapu, Kepiting, Cucut, dan Salmon(Nontji, 1993).
c. Organisme
Pengurai atau dekomposer
Pengurai atau
dekomposer adalah organisme yang menguraikan bahan organik yang berasal dari
organisme mati. Pengurai disebut juga konsumen makro (sapotrof) karena makanan
yang dimakan berukuran lebih besar. Organisme pengurai menyerap sebagian hasil
penguraian tersebut dan melepaskan bahan-bahan yang sederhana yang dapat
digunakan kembali oleh produsen. Termasuk pengurai di daerah estuari adalah
kepiting, kerang-kerangan, bakteri, cacing laut, dan jamur.
Sebagai lingkungan
perairan yang mempunyai kisaran salinitas yang cukup lebar (eurihaline),
estuari menyimpan berjuta keunikan yang khas. Hewan-hewan yang hidup pada
lingkungan perairan ini adalah organisme yang mampu beradaptasi dengan kisaran
salinitas tersebut. Dan yang paling penting adalah lingkungan perairan
estuari merupakan lingkungan yang sangat kaya akan nutrient yang menjadi unsur
terpenting bagi pertumbuhan fitoplankton. Inilah sebenarnya kunci dari
keunikan lingkungan estuari.
Sebagai kawasan yang
sangat kaya akan unsur hara (nutrient) estuari di kenal dengan sebutan daerah
pembesaran (nursery ground) bagi berjuta ikan, invertebrate (Crustacean,
Bivalve, Echinodermata, annelida dan masih banyak lagi kelompok infauna).
Dibandingkan dengan tempat lain, spesies estuaria sangat sedikit.
Variasi sifat habitat
terutama salinitas membuat estuaria menjadi habitat yang keras dan sangat
menekan bagi kehidupan organisme. Untuk dapat hidup dan berhasil membentuk
koloni di daerah ini organisme harus mempunyai kemampuan untuk beradaptasi
secara khusus. Adapun bentuk adaptasi tersebut adalah:
a. Adaptasi
Morfologis
Organisme yang mendiami
substrat berlumpur sering kali beradaptasi dengan membentuk rumbai-rumbai halus
atau rambut atau setae yang menjaga jalan masuk ke ruang pernapasan agar
permukaan ruang pernapasan tidak tersumbat oleh partikel Lumpur. Organisme yang
memiliki kemampuan adaptasi seperti ini adalah kepiting estuaria, dan beberapa
anggauta dariGastropoda. Adaptasi yang lain adalah ukuran tubuh. Organisme
estuaria umumnya mempunyai ukuran tubuh lebih kecil dibandingkan dengan
kerabatnya yang hidup di laut. Contohnya adalah kepiting (Ucha) yang memiliki
ukuran kecil, hal ini terjadi karena sebagian besar energi yang dimilikinya
dipergunakan untuk beradaptasi menyesuaikan dengan kadar garam lingkungan.
b. Adaptasi
Fisiologis
Adaptasi yang
diperlukan untuk kelangsungan hidup organisme estuaria adalah berhubungan
dengan keseimbangan ion cairan tubuh menghadapi fluktuasi salinitas eksternal.
Kemampuan osmoregulasi sangat diperlukan untuk dapat bertahan hidup. Organisme
yang memiliki kemampuan osmoregulasi dengan baik disebut osmoregulator
contohnya Copepoda, Cacing Polychaeta dan Mollusca. Organisme
yang memiliki kemampuan osmoregulasi rendah disebut osmokonformer. Kemampuan
mengatur osmosis menurut beberapa ahli sangat dipengaruhi oleh suhu. Di daerah
tropic dengan suhu air lebih tinggi dan perbedaan suhu antara air tawar dan air
laut kecil, biasanya dihuni oleh species estuaria lebih banyak, dan species
lautan yang stenohalin dapat masuk lebih jauh ke hulu.
2. Adaptasi
Tingkah laku
Salah satu bentuk
adaptasi tingkah laku yang dilakukan oleh organisme estuaria adalah membuat
lubang ke dalam Lumpur. Ada dua keuntungan yang didapatkan dari organisme yang
beradaptasi seperti ini. Pertama, adalah dalam pengaturan osmosis. Keberadaan
di dalam lubang berarti mempunyai kesempatan untuk berhubungan dengan air
interstitial yang mempunyai variasi salinitas dan suhu lebih kecil dari pada
air di atasnya. Kedua, membenamkan diri ke dalam substrat berarti lebih kecil
kemungkinan organisme ini dimakan oleh pemangsa yang hidup di permukaan
substrat atau di kolam air. Adaptasi tingkahlaku lainnya adalah dengan
cara bergerak ke hulu atau ke hilir. Tingkahlaku ini akan menjaga organisme
tetap berada pada daerah dengan kisaran toleransinya. Contohnya beberapa
species kepiting seperti Rajungan (Calinectes sapidus), ikan belanak
(Mugil mugil), Ikan baung, Ikan bandeng dan lain-lain (Kramer, 1994).
SUMBER
Barus, T.A.
2002. Pengantar Limnologi. Medan: Universitas Sumatra Utara.
Bengen, D.G. 2001. Ekosistem
dan Sumberdaya Pesisir dan Laut serta
Pengelolaan Secara Terpadu
dan Berkelanjutan. Prosiding Pelatihan Pengelolaan
Wilayah Pesisir Terpadu, Pusat Kajian Sumberdaya Pesisir dan Lautan IPB.
Jawa Barat.
Brotowidjoyo, Mukayat
D, dkk. 1995. Pengantar Lingkungan Perairan dan Budidaya Air. Yogyakarta:
Liberty.
Dahuri et al.
2001. Pengelolaan Sumber Daya Wilayah Pesisir dan Lautan secara Terpadu.
Jakarta: PT. Pradnya Paramitha.
No comments:
Post a Comment
Nama :
Alamat E-mail :
Pesan :