Friday, March 10, 2017

PROPOSAL VARIASI KERAGAMAN JENIS MANGGROVE DI PANTAI DESA PASSO KECAMATAN TELUK AMBON



VARIASI KERAGAMAN JENIS MANGGROVE
DI PANTAI DESA PASSO KECAMATAN TELUK AMBON




ROBINSON
NIM : 2014 64 002



Program Studi Ilmu Kelautan
Jurusan Menejemen Sumberdaya Perairan
Fakultas Perikanan Dan Ilmu Kelautan Universitas Pattimura
20 Oktober 2016
Ambon
BAB I
PENDAHULUAN
I.1 Latar Belakang
Perairan Teluk Ambon terletak di posisi 128˚00’00”BT dan 03˚37’55”LS-03˚37’45’LS yang terdiri atas dua bagian yaitu Teluk Ambon Bagian Dalam (TAD) dan Teluk Ambon Bagian Luar (TAL), keduanya dipisahkan oleh suatu celah yang sempit dan dangkal. Teluk Bagian Dalam relatif sempit, dangkal dan banyak dipengaruhi oleh aliran-aliran sungai sehingga banyak di temukan berbagai jenis ekosistem seperti : ekosistem mangrove, terumbu karang, padang lamun dan sebagainya.
Hutan mangrove Passo terletak pada posisi pusat pesisir Teluk Kota Ambon Bagian Dalam dengan pemukiman di sekitar Desa Passo (Abrahamsz,  2005). Ekosistem mangrove di desa Passo berada di wilayah pantai yang di dominasi oleh beberapa jenis pohon mangrove yang mampu tumbuh dan berkembang pada daerah pasang surut.
Romimohtarto (2001), mengemukakan bahwa hutan mangrove merupakan sumberdaya alam yang penting di lingkungan pesisir, dan memiliki tiga fungsi utama yaitu fungsi fisik, biologis, dan ekonomis.  Fungsi fisik adalah sebagai penahan angin, penyaring bahan pencemar, penahan ombak, pengendali banjir dan pencegah intrusi air laut ke daratan. Fungsi biologis adalah sebagai daerah pemijahan (spawning ground), daerah asuhan ( nursery ground), dan sebagai daerah mencari makan (feeding ground) bagi ikan dan biota laut lainnya. Fungsi ekonomis adalah sebagai penghasil kayu untuk bahan baku bangunan, bahan makanan dan obat-obatan. Selain itu, fungsi strategis dari ekosistem sebagai produsen primer yang mampu mendukung dan menstabilkan ekosistem laut maupun daratan.
Seiring dengan pertambahan penduduk di kota Ambon yang semakin meningkat setiap tahunnya mengakibatkan keterbatasan lahan yang tersedia, mendorong masyarakat memanfaatkan daerah disekitar kawasan hutan mangrove dengan bentuk pemanfaatan kawasan yang menunjang perekonomian baik langsung maupun tidak langsung. Hal ini berpotensi mengganggu kestabilan kawasan ini, antara lain sebagai tempat pembuangan sampah dan konservasi lahan sekitar mangrove untuk pemukiman penduduk / pembangunan lainnya . Untuk pengaruh jangka panjang, pemanfaatan kawasan tersebut dapat mengganggu keberlanjutan hutan mangrove dan ekosistem pesisir. Kondisi ini di khawatirkan dapat mengganggu keberadaan hutan mangrove akibat pemanfaatan wilayah pesisir yang tidak terpadu.
Sehingga penelitian keragaman jenis mangrove di perairan Pantai Desa Passo perlu dilakukan untuk mengetahui keragaman jenis mangrove di lokasi tersebut. Setelah terjadinya pembangunan yang cukup pesat pada lima tahun belakangan ini.
I.2 Perumusan Masalah
1.      Jenis-jenis mangrove apa saja yang hidup di Pantai Desa Passo Kec. Teluk Ambon ?
2.      Bagaimana tingkat keragaman jenis mengrove di Pantai Desa Passo Kec. Teluk Ambon ?
3.      Faktor apa saja yang mempengaruhi tingkat laju pertumbuhan mangrove di Pantai Desa Passo Kec. Teluk Ambon ?
I.3 Tujuan Penelitian
1.      Untuk mengetahui jenis-jenis mangrove di pantai Desa Passo Kec. Teluk Ambon.
2.      Untuk mengetahui tingkat keragaman jenis mangrove di Pantai Desa Passo Kec. Teluk Ambon.
3.      Untuk mengetahui faktor apa saja yang mempengaruhi tingkat laju pertumbuhan  mangrove di Pantai Desa Passo Kec. Teluk Ambon ?
4.      Meningkatkan kemampuan dan keterampilan mahasiswa dalam pengumpulan data.
I.4 Mamfaat Penelitian
1.      Mahasiswa dapat mengetahui tingkat keragaman jenis mangrove di Pantai Desa Passo Kec. Teluk Ambon.
2.      Mahasiswa dapat memahami dan mengetahui cara pengumpulan data.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Menurut Supriharyono (2000), kata mangrove mempunyai dua arti, pertama sebagai komunitas, yaitu komunitas atau masyarakat tumbuhan atau hutan yang tahan terhadap kadar garam/salinitas (pasang surut air laut): dan kedua sebagai individu spesies. Supaya tidak rancu, Macnae menggunakan istilah ‘’mangal’’ apabila berkaitan dengan komunitas hutan dan ‘’mangrove’’untuk individu tunbuhan.Hutan mangrove oleh masyarakat sering disebut pula dengan hutan bakau.
            Sedangkan menurut Indriyanto (2006), hutan mangrove merupakan ekosistem yang kompleks terdiri atas flora dan fauna daerah pantai, hidup sekaligus di habitat daratan dan air laut, antara air pasang dan surut.
            Menurut Bengen (2002), Flora mangrove umumnya tumbuh membentuk zonasi mulai dari pinggir pantai sampai kedalaman daratan. Zonasi hutan mangrove mencerminkan tanggapan ekofisiologis tumbuhan mangrove terhadap gradasi lingkungan.Zonasi yang terbentuk bisa berupa zonasi yang sederhana (satu zonasi, zonasi campuran) dan zonasi yang kompleks (beberapa zonasi) tergantung pada kondidsi lingkungan mangrove yang bersangkutan. Beberapa faktor lingkungan yang penting dalam mengontrol zonasi adalah:
1.       Pasang surut yang secara tidak langsung mengontrol dalamnya muka air (water table) dan salinitas air dan tanah. Secara langsung arus pasang surut dapat menyebabkan kerusakan pada anakan.
2.      Tipe tanah yang secara tidak langsung menentukan tingkat aerasi tanah, tingginya muka air dan drainase.
a.       kadar garam tanah dan air yang berkaitan dengan toleransi spesies terhadap kadar garam serta pasokan dan aliran air tawar.
b.      Cahaya yang berpengaruh terhadap pertumbuhan anakan dari spesies intoleran seperti Rhizopora, Avicennia dan Soneratia.
c.       Pasokan dan aliran air tawar.
Gambar 2.1. Suatu tipe zonasi hutan mangrove di Indonesia (Bengen,2002)
            Secara garis besar, mangrove mempunyai beberapa keterkaitan dalam pemenuhan kebutuhan manusia sebagai penyedia bahan pangan, kesehatan serta lingkungan yang dibedakan menjadi 5 fungsi yaitu fisik, fungsi kimia, fungsi biologi, dan fungsi ekonomi (Arief,2003).
a.       Fungsi fisik kawasan mangrove adalah sebagai berikut:
1.      Menjaga garis pantai agar tetap stabil
2.      Melindungi pantai dan tebing sungai dari proses erosi atau abrasi, serta menahan atau menyerap tiupan angina kencang dari laut ke darat.
3.      Menahan sedimen secara periodik sampai terbentuk lahan baru
4.      Sebagai kawasan penyangga proses intrusi atau rembesan air laut ke darat atau sebagai filter air asin menjadi tawar.
b.      Fungsi kimia kawasan mangrove adalah sebagai berikut:
1.      Sebagai tempat terjadinya proses daur ulang yang menghasilkan oksigen (O2).
2.      Sebagai penyerap karbondioksida (CO2)  .
3.      Sebagai pengolah bahan-bahan limbah hasil pencemaran industry dan kapal-kapal di lautan.
c.       Fungsi Biologi kawasan mangrove adalah sebagai berikut
1.      Sebagai penghasil detritus yang merupakan sumber makanan penting bagi invertebrate kecil, yang berperan sebagai sumber makanan bagi hewan yang lebih besar.
2.      Sebagai daerah pemijahan (spawning ground) bagi udang, kepiting, kerang dan sebagainya, yang setelah dewasa akan kembali ke lepas pantai.
3.      Sebagai kawasan untuk berlindung, bersarang, serta berkembang biak bagi burung dan satwa lain (nursery ground).
4.      Sebagai sumber plasma nutfah dan sumber genetika
5.      Sebagai habitat alami bagi berbagai jenis biota darat dan laut lainnya.
Secara ekonomi, kawasan mangrove merupakan sumber devisa (pendapatan), baik bagi masyarakat, industry, maupun bagi Negara. Adapun fungsi ekonomi kawasan mangrove sebagai sumber devisa adalah sebagai berikut:
1.      Penghasil kayu, misalnya kayu bakar, arang serta kayu untuk bahan bangunan dan perabot rumah tangga.
2.      Penghasil bahan baku industri, misalnya pulp, kertas, tekstil, makanan, obat-obatan, alkohol,penyamak kulit, kosmetik dan zat pewarna.
3.      Penghasil bibit ikan, udang, kepiting, telur burung dan madu.
BAB III
METODOLOGI
4.1 Waktu dan Tempat
Waktu             : Pukul 08 : 00 s/d.
Tempat            : Perairan Pantai Desa Passo
Tanggal           : 5 Desember 2016
4.1 Alat dan Bahan
Menyiapkan Alat-alat dan bahan yang di pergunakan dalam penelitian ini meliputi :
1.      Di lapangan.
a.       Bahan yang digunakan dalam penelitian ini berupa :
Ø  Peta Desa Passo.
Ø  Tali/meteran.
Ø  Plastik sampel.
b.      Alat yang digunakan dalam penelitian ini berupa :
Ø  ATM ( Alat tulis menulis)
Ø  Camera digital/Hp.
Ø  GPS.
Ø  Pisau.
2.      Di laboratorium.
a.       Bahan yang digunakan di dalam laboratorium.
Ø  Hasil sampel di lapangan.
b.      Alat yang digunakan di dalam laboratorium.
Ø  ATM (alat tulis menulis).
Ø  Komputer.
Ø  Buku identifikasi.

4.2 Metode Penelitian
Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode observasi dan metode Line Transek.
4.3 Variabel Penelitian
Variabel yang di amati pada penelitian ini adalah :
1.      Menentukan jenis (daun, bunga, buah, akar ) mangrove.
2.      Menghitung jenis pohon mangrove.
3.      Menghitung jenis anakan mangrove.
4.      Menghitung jenis sapihan mangrove.
4.4 Teknik Pengambilan Sampel.
Lokasi pengambilan sampel tersebar di 5 ( lima ) stasiun. Pemilihan lokasi pengambilan sampel di lakukan berdasarkan keberadaan vegetasi mangrove dan di anggap dapat mewakili seluruh hutan mangrove tersebut pada masing-masing stasiun.
Studi vegetasi mangrove dilakukan dengan menggunakan metode yang merupakan modifikasi dari cara yang digunakan oleh Mueller Dumbois dan
Ellenberg (1974). Pada tiap stasiun ditetapkan 2 titik pengambilan sampel yang diharapkan dapat mewakili stasiun tersebut. Selanjutnya pada masing-masing titik sampling tersebut dibuat plot berukuran 10 m x 10 m untuk pengambilan data pohon (dbh ≥4 cm), subplot 5 m x 5 m untuk data sapling(1 cm ≤dbh < 4 cm) dan subplot 1m x 1m untuk seedling (anakan) dengan ketinggian < 1m.
                                               
Gambar 4.1 Peletakan Subplot 1 m x 1 m (Seedling) dan Subplot 5 m   x5m(Sapling) dalam Plot 10 m x 10 m (Pohon).
Pengambilan sampel penelitian hanya dilakukan 1 (satu) lokasi yaitu di Pantai Desa Passo kecamatan Teluk Ambon.
a.       Di lapangan.
Ø  Peletakan stasiun menggunakan Peta dan GPS.
Ø  Transek di tarik tegak lurus garis pantai. Apabila, terdapat sungai peletakan transek juga harus ditarik tegak lurus terhadap garis sungai dan tidak mengalami timpa tindih.
Ø  Jarak antar stasiun 30 m.
Ø  Pada setiap stasiun terdapat 2 (dua) titik kuadran dan jarak antar kuadran 10 m.
Ø  Pada titik kuadran akan dilakukan pendataan berdasarkan ukuran masing-masing kuadran, sesuai dengan spesies yang di temukan.
Ø  Apabila di lapangan ditemukan spesies yang tidak dikenal, maka sampel tersebut diambil dan disimpan di plastik sampel.
Ø  Peletakan stasiun sebanyak 5 (lima).
Ø  Jadi,total transek yang di gunakan pada penelitian ini sebanyak 5 (lima) transek terdapat 10 kuadran.
b.      Di laboratorium.
Ø  Mengidentifikasi sampel yang tidak dikenal.
Ø  Pengolahan hasil data menggunakan komputer (Ms.Exel).

4.5 Tehnik Analisa Data
a.       Indeks Keanekaragaman dengan Menggunakan Indeks Shannon-Wiener.
Keanekaragaman dapat dihitung dengan menggunakan indeks Shannon-Wiener ( Umar, 2013 ) dengan rumus sebagai berikut :
H’ = - ∑ (ni/N) ln (ni/N)          
Dimana :
       H’ = Indeks Shannon-Wiener
       ni  = Jumlah individu  spesies I
      N  = Jumlah total individu
Kriteria indeks keanekaragaman dibagi dalam 3 kategori yaitu :
H’ < 1             = keanekaragaman rendah
1 < H’ < 3       = keanekaragaman sedang
H’ > 3              = keanekaragaman tinggi
b.      Indeks Keanekaragaman dengan Menggunakan Indeks Simpson.
Keanekaragaman dapat dihitung dengan menggunakan indeks Simpson (Umar, 2013) dengan rumus sebagai berikut :
Ds =  ∑  ( ni/N )2
Dimana :
       Ds = Indeks Simpson
       ni  = Jumlah individu  spesies (i)
      N  = Jumlah total individu
Kriteria indeks dominansi dibagi dalam 3 kategori yaitu :
0,01 - 0,30       = Dominansi rendah
0,31 – 0,60      = Dominansi sedang
0,61 – 1,0        = Dominansi tinggi           




DAFTAR PUSTAKA

Balai Pengkajian Teknologi Pertanian. (1996). Kelestarian hutan bakau di Maluku. Lembar Informasi Pertanian. Ambon.
Bengen, G.D. (1999). Pedoman teknis pengenalan dan pengelolaan ekosistem mangrove. PusatKajian Sumberdaya Pesisir dan Lautan, IPB.
Nazir, M. (1988). Metode penelitian. Cetakan ke 3. Jakarta: Ghalia Indonesia.
Pesisr Tropis. PT Gramedia Pustaka Utama.Jakarta,Indonesia.
Pemerintah Kota Ambon. (2003). Profil sumberdaya perikanan dan kelautan kota Ambon. KerjasamaDinas Perikanan Kota dengan Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan Unpatti. Ambon.
Supriharyono. 2000. Pelestarian dan Pengelolaan Sumber Daya Alam di Wilayah

No comments:

Post a Comment

Nama :
Alamat E-mail :
Pesan :