VARIASI KERAGAMAN JENIS MANGGROVE
DI PANTAI DESA PASSO KECAMATAN TELUK
AMBON
ROBINSON
NIM : 2014 64 002
Program Studi Ilmu Kelautan
Jurusan Menejemen Sumberdaya
Perairan
Fakultas Perikanan Dan Ilmu
Kelautan Universitas Pattimura
20 Oktober 2016
Ambon
BAB I
PENDAHULUAN
I.1 Latar Belakang
Perairan Teluk Ambon terletak di
posisi 128˚00’00”BT dan 03˚37’55”LS-03˚37’45’LS yang terdiri atas dua bagian
yaitu Teluk Ambon Bagian Dalam (TAD) dan Teluk Ambon Bagian Luar (TAL),
keduanya dipisahkan oleh suatu celah yang sempit dan dangkal. Teluk Bagian
Dalam relatif sempit, dangkal dan banyak dipengaruhi oleh aliran-aliran sungai
sehingga banyak di temukan berbagai jenis ekosistem seperti : ekosistem
mangrove, terumbu karang, padang lamun dan sebagainya.
Hutan mangrove Passo terletak pada
posisi pusat pesisir Teluk Kota Ambon Bagian Dalam dengan pemukiman di sekitar
Desa Passo (Abrahamsz, 2005). Ekosistem mangrove di
desa Passo berada di wilayah pantai yang di dominasi oleh beberapa jenis pohon
mangrove yang mampu tumbuh dan berkembang pada daerah pasang surut.
Romimohtarto
(2001), mengemukakan bahwa hutan mangrove merupakan sumberdaya alam yang
penting di lingkungan pesisir, dan memiliki tiga fungsi utama yaitu fungsi
fisik, biologis, dan ekonomis. Fungsi
fisik adalah sebagai penahan angin, penyaring bahan pencemar, penahan ombak,
pengendali banjir dan pencegah intrusi air laut ke daratan. Fungsi biologis
adalah sebagai daerah pemijahan (spawning ground), daerah asuhan ( nursery
ground), dan sebagai daerah mencari makan (feeding ground) bagi ikan dan biota
laut lainnya. Fungsi ekonomis adalah sebagai penghasil kayu untuk bahan baku
bangunan, bahan makanan dan obat-obatan. Selain itu, fungsi strategis dari
ekosistem sebagai produsen primer yang mampu mendukung dan menstabilkan
ekosistem laut maupun daratan.
Seiring
dengan pertambahan penduduk di kota Ambon yang semakin meningkat setiap
tahunnya mengakibatkan keterbatasan lahan yang tersedia, mendorong masyarakat
memanfaatkan daerah disekitar kawasan hutan mangrove dengan bentuk pemanfaatan
kawasan yang menunjang perekonomian baik langsung maupun tidak langsung. Hal
ini berpotensi mengganggu kestabilan kawasan ini, antara lain sebagai tempat
pembuangan sampah dan konservasi lahan sekitar mangrove untuk pemukiman penduduk
/ pembangunan lainnya . Untuk pengaruh jangka panjang, pemanfaatan kawasan
tersebut dapat mengganggu keberlanjutan hutan mangrove dan ekosistem pesisir.
Kondisi ini di khawatirkan dapat mengganggu keberadaan hutan mangrove akibat
pemanfaatan wilayah pesisir yang tidak terpadu.
Sehingga
penelitian keragaman jenis mangrove di perairan Pantai Desa Passo perlu
dilakukan untuk mengetahui keragaman jenis mangrove di lokasi tersebut. Setelah
terjadinya pembangunan yang cukup pesat pada lima tahun belakangan ini.
I.2
Perumusan Masalah
1. Jenis-jenis mangrove apa saja yang
hidup di Pantai Desa Passo Kec. Teluk Ambon ?
2. Bagaimana tingkat keragaman jenis
mengrove di Pantai Desa Passo Kec. Teluk Ambon ?
3. Faktor apa saja yang mempengaruhi
tingkat laju pertumbuhan mangrove di Pantai Desa Passo Kec. Teluk Ambon ?
I.3
Tujuan Penelitian
1. Untuk mengetahui jenis-jenis
mangrove di pantai Desa Passo Kec. Teluk Ambon.
2. Untuk mengetahui tingkat keragaman
jenis mangrove di Pantai Desa Passo Kec. Teluk Ambon.
3. Untuk mengetahui faktor apa saja
yang mempengaruhi tingkat laju pertumbuhan
mangrove di Pantai Desa Passo Kec. Teluk Ambon ?
4. Meningkatkan kemampuan dan
keterampilan mahasiswa dalam pengumpulan data.
I.4
Mamfaat Penelitian
1. Mahasiswa dapat mengetahui tingkat
keragaman jenis mangrove di Pantai Desa Passo Kec. Teluk Ambon.
2. Mahasiswa dapat memahami dan
mengetahui cara pengumpulan data.
BAB
II
TINJAUAN PUSTAKA
Menurut
Supriharyono (2000), kata mangrove mempunyai dua arti, pertama sebagai
komunitas, yaitu komunitas atau masyarakat tumbuhan atau hutan yang tahan
terhadap kadar garam/salinitas (pasang surut air laut): dan kedua sebagai
individu spesies. Supaya tidak rancu, Macnae menggunakan istilah ‘’mangal’’
apabila berkaitan dengan komunitas hutan dan ‘’mangrove’’untuk individu tunbuhan.Hutan
mangrove oleh masyarakat sering disebut pula dengan hutan bakau.
Sedangkan menurut Indriyanto (2006),
hutan mangrove merupakan ekosistem yang kompleks terdiri atas flora dan fauna
daerah pantai, hidup sekaligus di habitat daratan dan air laut, antara air
pasang dan surut.
Menurut Bengen (2002), Flora
mangrove umumnya tumbuh membentuk zonasi mulai dari pinggir pantai sampai
kedalaman daratan. Zonasi hutan mangrove mencerminkan tanggapan ekofisiologis
tumbuhan mangrove terhadap gradasi lingkungan.Zonasi yang terbentuk bisa berupa
zonasi yang sederhana (satu zonasi, zonasi campuran) dan zonasi yang kompleks
(beberapa zonasi) tergantung pada kondidsi lingkungan mangrove yang
bersangkutan. Beberapa faktor lingkungan yang penting dalam mengontrol zonasi
adalah:
1. Pasang surut yang secara tidak langsung
mengontrol dalamnya muka air (water table) dan salinitas air dan tanah. Secara
langsung arus pasang surut dapat menyebabkan kerusakan pada anakan.
2. Tipe
tanah yang secara tidak langsung menentukan tingkat aerasi tanah, tingginya
muka air dan drainase.
a. kadar
garam tanah dan air yang berkaitan dengan toleransi spesies terhadap kadar
garam serta pasokan dan aliran air tawar.
b. Cahaya
yang berpengaruh terhadap pertumbuhan anakan dari spesies intoleran seperti Rhizopora, Avicennia dan Soneratia.
c. Pasokan
dan aliran air tawar.
Gambar
2.1. Suatu tipe zonasi hutan mangrove di Indonesia (Bengen,2002)
Secara garis besar, mangrove
mempunyai beberapa keterkaitan dalam pemenuhan kebutuhan manusia sebagai
penyedia bahan pangan, kesehatan serta lingkungan yang dibedakan menjadi 5
fungsi yaitu fisik, fungsi kimia, fungsi biologi, dan fungsi ekonomi
(Arief,2003).
a. Fungsi
fisik kawasan mangrove adalah sebagai berikut:
1. Menjaga
garis pantai agar tetap stabil
2. Melindungi
pantai dan tebing sungai dari proses erosi atau abrasi, serta menahan atau
menyerap tiupan angina kencang dari laut ke darat.
3. Menahan
sedimen secara periodik sampai terbentuk lahan baru
4. Sebagai
kawasan penyangga proses intrusi atau rembesan air laut ke darat atau sebagai
filter air asin menjadi tawar.
b. Fungsi
kimia kawasan mangrove adalah sebagai berikut:
1. Sebagai
tempat terjadinya proses daur ulang yang menghasilkan oksigen (O2).
2. Sebagai
penyerap karbondioksida (CO2)
.
3. Sebagai
pengolah bahan-bahan limbah hasil pencemaran industry dan kapal-kapal di
lautan.
c. Fungsi
Biologi kawasan mangrove adalah sebagai berikut
1. Sebagai
penghasil detritus yang merupakan sumber makanan penting bagi invertebrate
kecil, yang berperan sebagai sumber makanan bagi hewan yang lebih besar.
2. Sebagai
daerah pemijahan (spawning ground) bagi udang, kepiting, kerang dan sebagainya,
yang setelah dewasa akan kembali ke lepas pantai.
3. Sebagai
kawasan untuk berlindung, bersarang, serta berkembang biak bagi burung dan
satwa lain (nursery ground).
4. Sebagai
sumber plasma nutfah dan sumber genetika
5. Sebagai
habitat alami bagi berbagai jenis biota darat dan laut lainnya.
Secara
ekonomi, kawasan mangrove merupakan sumber devisa (pendapatan), baik bagi
masyarakat, industry, maupun bagi Negara. Adapun fungsi ekonomi kawasan
mangrove sebagai sumber devisa adalah sebagai berikut:
1. Penghasil
kayu, misalnya kayu bakar, arang serta kayu untuk bahan bangunan dan perabot
rumah tangga.
2. Penghasil
bahan baku industri, misalnya pulp,
kertas, tekstil, makanan, obat-obatan, alkohol,penyamak kulit, kosmetik dan zat
pewarna.
3. Penghasil
bibit ikan, udang, kepiting, telur burung dan madu.
BAB
III
METODOLOGI
4.1 Waktu dan Tempat
Waktu : Pukul 08 : 00 s/d.
Tempat : Perairan Pantai Desa Passo
Tanggal : 5 Desember 2016
4.1 Alat dan Bahan
Menyiapkan
Alat-alat dan bahan yang di pergunakan dalam penelitian ini meliputi :
1.
Di lapangan.
a.
Bahan yang digunakan dalam penelitian
ini berupa :
Ø Peta
Desa Passo.
Ø Tali/meteran.
Ø Plastik
sampel.
b.
Alat yang digunakan dalam penelitian ini
berupa :
Ø ATM
( Alat tulis menulis)
Ø Camera
digital/Hp.
Ø GPS.
Ø Pisau.
2.
Di laboratorium.
a. Bahan
yang digunakan di dalam laboratorium.
Ø Hasil
sampel di lapangan.
b. Alat
yang digunakan di dalam laboratorium.
Ø ATM
(alat tulis menulis).
Ø Komputer.
Ø Buku
identifikasi.
4.2 Metode Penelitian
Metode
yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode observasi dan metode Line
Transek.
4.3 Variabel Penelitian
Variabel
yang di amati pada penelitian ini adalah :
1. Menentukan
jenis (daun, bunga, buah, akar ) mangrove.
2. Menghitung
jenis pohon mangrove.
3. Menghitung
jenis anakan mangrove.
4. Menghitung
jenis sapihan mangrove.
4.4 Teknik Pengambilan Sampel.
Lokasi
pengambilan sampel tersebar di 5 ( lima ) stasiun. Pemilihan lokasi pengambilan
sampel di lakukan berdasarkan keberadaan vegetasi mangrove dan di anggap dapat
mewakili seluruh hutan mangrove tersebut pada masing-masing stasiun.
Studi vegetasi mangrove dilakukan dengan menggunakan
metode yang merupakan modifikasi dari cara yang digunakan oleh Mueller Dumbois
dan
Ellenberg
(1974). Pada tiap stasiun ditetapkan 2 titik pengambilan sampel yang diharapkan
dapat mewakili stasiun tersebut. Selanjutnya pada masing-masing titik sampling
tersebut dibuat plot berukuran 10 m x 10 m untuk pengambilan data pohon (dbh ≥4
cm), subplot 5 m x 5 m untuk data sapling(1 cm ≤dbh < 4 cm) dan subplot 1m x
1m untuk seedling (anakan) dengan ketinggian < 1m.
Gambar 4.1
Peletakan Subplot 1 m x 1 m (Seedling) dan Subplot 5 m x5m(Sapling) dalam Plot 10 m x 10 m (Pohon).
Pengambilan
sampel penelitian hanya dilakukan 1 (satu) lokasi yaitu di Pantai Desa Passo
kecamatan Teluk Ambon.
a. Di
lapangan.
Ø Peletakan
stasiun menggunakan Peta dan GPS.
Ø Transek
di tarik tegak lurus garis pantai. Apabila, terdapat sungai peletakan transek
juga harus ditarik tegak lurus terhadap garis sungai dan tidak mengalami timpa
tindih.
Ø Jarak
antar stasiun 30 m.
Ø Pada
setiap stasiun terdapat 2 (dua) titik kuadran dan jarak antar kuadran 10 m.
Ø Pada
titik kuadran akan dilakukan pendataan berdasarkan ukuran masing-masing
kuadran, sesuai dengan spesies yang di temukan.
Ø Apabila
di lapangan ditemukan spesies yang tidak dikenal, maka sampel tersebut diambil
dan disimpan di plastik sampel.
Ø Peletakan
stasiun sebanyak 5 (lima).
Ø Jadi,total
transek yang di gunakan pada penelitian ini sebanyak 5 (lima) transek terdapat
10 kuadran.
b. Di
laboratorium.
Ø Mengidentifikasi
sampel yang tidak dikenal.
Ø Pengolahan
hasil data menggunakan komputer (Ms.Exel).
4.5
Tehnik Analisa Data
a. Indeks Keanekaragaman dengan
Menggunakan Indeks Shannon-Wiener.
Keanekaragaman
dapat dihitung dengan menggunakan indeks Shannon-Wiener ( Umar, 2013 ) dengan
rumus sebagai berikut :
H’
= - ∑ (ni/N) ln (ni/N)
Dimana :
H’ =
Indeks Shannon-Wiener
ni
= Jumlah individu
spesies I
N = Jumlah total individu
Kriteria
indeks keanekaragaman dibagi dalam 3 kategori yaitu :
H’
< 1 =
keanekaragaman rendah
1
< H’ < 3 = keanekaragaman sedang
H’
>
3
= keanekaragaman tinggi
b.
Indeks
Keanekaragaman dengan Menggunakan Indeks Simpson.
Keanekaragaman
dapat dihitung dengan menggunakan indeks Simpson (Umar, 2013) dengan rumus
sebagai berikut :
Ds = ∑ ( ni/N )2
Dimana :
Ds =
Indeks Simpson
ni
= Jumlah individu
spesies (i)
N = Jumlah total individu
Kriteria
indeks dominansi
dibagi dalam 3 kategori yaitu :
0,01 - 0,30 = Dominansi rendah
0,31 – 0,60 = Dominansi sedang
0,61 – 1,0 = Dominansi tinggi
DAFTAR
PUSTAKA
Balai Pengkajian Teknologi Pertanian. (1996). Kelestarian
hutan bakau di Maluku. Lembar Informasi Pertanian. Ambon.
Bengen, G.D. (1999). Pedoman teknis pengenalan
dan pengelolaan ekosistem mangrove. PusatKajian Sumberdaya Pesisir dan
Lautan, IPB.
Nazir, M.
(1988). Metode penelitian. Cetakan ke 3. Jakarta: Ghalia Indonesia.
Pesisr Tropis. PT
Gramedia Pustaka Utama.Jakarta,Indonesia.
Pemerintah Kota Ambon. (2003). Profil sumberdaya
perikanan dan kelautan kota Ambon. KerjasamaDinas Perikanan Kota dengan
Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan Unpatti. Ambon.
Supriharyono.
2000. Pelestarian dan Pengelolaan Sumber Daya Alam di Wilayah
No comments:
Post a Comment
Nama :
Alamat E-mail :
Pesan :