Friday, March 10, 2017

MAKALAH foraminifera dan radiolaria



MAKALAH
PLANKTONOLOGI
D
I
S
U
S
U
N
OLEH :  KELOMPOK I
ROBINSON
SUMIATY MARASABESSY
KHENG SAMPADA
TRIVANO KRISNA JAN

ILMU KELAUTAN
MENEJEMEN SUMBERDAYA PERAIRAN
PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN
AMBON
2016


KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Kuasa atas segala Rahmat, sehingga kami dapat menyelesaikan penyusunan makalah  ini dalam bentuk maupun isinya yang mungkin sangat sederhana. Makalah ini berisikan tentang Karakteristik dari Foraminifera dan Radiloria, dan juga mamfaatnya bagi kehidupan manusia.
          Semoga makalah ini dapat dipergunakan sebagai salah satu acuan, petunjuk maupun pedoman dan juga berguna untuk menambah pengetahuan bagi para pembaca.
          Makalah ini saya akui masih banyak kekurangan karena pengalaman yang saya miliki sangat kurang. Oleh karena itu saya harapkan kepada para pembaca untuk memberikan masukan-masukan yang bersifat membangun untuk kesempurnaan makalah ini.


Ambon, 07 November 2016

Penyusun
           Kelompok 1




DAFTAR ISI


Hal
Kata pengantar ………………………………………………………….
i
Daftar Isi ………………………………………………………………..
ii
BAB I. PENDAHULUAN

A.  Latar Belakang…………………………………………………………..
1
B.   Perumusan Masalah……………………………………………………..
T    Tujuan…………………………………………………………………....
2
2
BAB II. PEMBAHASAN

A.   Pengertian Foriminifera………………………………………….………
2
B.   Foraminifera Bentik……………………………….……………………
3
C.   Foraminifera Planktonik……………………….………………………..
5


D.   Mamfaat Foraminifera……...……………………………………………    
Pengertian Radiolaria……………………………………………………
Habitat Radiolaria……………………………………………………….
Ciri Biologi Radiolaria…………………………………………………..
Reproduksi Radiolaria…………………………………………………...
Mamfaat Radiolaria………………………………………………………
8
9
9
10
15
15
BAB III. PENUTUP

A.   Kesimpulan………………………………………………………………
16
B.   Saran………….………………………………………………………….
17
Daftar Pustaka……….…………………………………………………...
17








BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
            Foraminifera adalah organisme bersel tunggal (protista) yang mempunyai cangkang atau test (istilah untuk cangkang internal). Foraminifera dibedakan menjadi dua yaitu : Foraminifera Plantonik dan Foraminifera Bentonic. foraminifera ditemukan melimpah sebagai fosil, setidaknya dalam kurun waktu 540 juta tahun. Cangkang foraminifera umumnya terdiri dari kamar-kamar yang tersusun sambung-menyambung selama masa pertumbuhannya. Bahkan ada yang berbentuk paling sederhana, yaitu berupa tabung yang terbuka atau berbentuk bola dengan satu lubang.
            Radiolaria merupakan zooplankton yang tergolong dalam kelas Sarcodina, filum Protozoa. Hewan ini umumnya mempunyai bentuk cangkang yang bulat, dengan berbagai variasi struktur yang umumnya mempunyai simetri radial dan memencar. Itu pula sebabnya ia dinamakan Radiolaria. Kerangka radiolaria berupa jejaring yang membentuk pola geometri yang simetris menampilkan bentuk yang sangat indah. Apalagi bahan pembentuk kerangkanya itu terbuat dari bahan silika berupa kristal gelas opal. Namun bentuknya dalam jalinan yang rumit nan indah itu detailnya hanya dapat dikagumi lewat mikroskop, karena ukurannya sangat kecil. Ukuran sel radiolaria umumnya berkisar antara 30 µm hingga 2 mm.
Sebagaimana umumnya hewan Protozoa, radiolaria juga mempunyai kaki semu (pseudopodia) yang merupakan bagian protoplasma yang dapat dijulurkan untuk bergerak dan mencari makan. Makanan radiolaria sangat beragam, bisa mencakup berbagai grup zooplankton seperti kopepod, larva krustasea, diatom, dinoflagelat, tintinid, bakteri juga detritus organik. Seperti halnya pada foraminera, radiolaria umumnya juga mempunyai simbion berupa mikroalga dalam selnya, yang hidup bersimbiosis dengan hewan inangnya.


B. Rumusan Masalah
Rumusan masalah dari pembuatan makalah ini adalah :
a.      Apa yang dimaksud dengan foraminifera dan radiolaria?
b.      Di mana habitat foraminifera dan radiolaria dapat di temukan?
c.       Apa mamfaat dari foraminifera dan radiolaria dalam kehidupan manusia?
C. Tujuan
Tujuan dari pembuatan makalah ini adalah sebagai berikut :
  1. Mahasiswa tahu apa yang di maksud dengan Foraminifera dan radiolaria.
  2. Mahasiswa tahu jenis-jenis spesies yang tergabung dalam ordo foraminifera dan radiolaria.
  3. Mahasiswa dapat membedakan mana spesies dari ordo foraminifera dan spesies radiolaria.
  4. Mahasiswa akan tahu mamfaat dari foraminifera dan radiolaria.

BAB II
PEMBAHASAN
A.    Pengertian Foraminifera 
adalah suatu organisme satu sel yang memiliki cangkang kalsit dan merupakan salah satu organisme dari kingdom protista yang sering dikenal dengan rhizopoda (kaki semu). Cangkang atau kerangka foraminifera merupakan petunjuk dalam pencarian sumber daya minyak, gas alam dan mineral. Foraminifera adalah kerabat dekat Amoeba, hanya saja amoeba tidak memiliki cangkang untuk melindungi protoplasmanya.
Klasifikasi Foraminifera didasarkan atas komposisi, atas komposisi dinding testnya dan dinding testnya
a.       Subordo Allogromina: Dinding test Tectinous/Subordo Allogromina: Dinding test Tectinous/Pseudokhitin.
b.      Subordo Textulariina : Dinding test Agglutinated /Subordo Textulariina : Dinding test Agglutinated /Arenaceous = tersusun oleh butiran mineral/Arenaceous = tersusun oleh butiran mineral/pecahan cangkang yang yang dilekatkan oleh zatpecahan cangkang yang yang dilekatkan oleh zatperekat. Kenampakannya kasar, berbintil-bintil.perekat. Kenampakannya kasar, berbintil-bintil.
c.       Subordo Miliolina : Dinding test calcareous Subordo Miliolina : Dinding test calcareous imperforate/porcellaneous, Kenampakan halus, imperforate /porcellaneous, Kenampakan halus,putih, opak, seperti porselin.putih, opak, seperti porselin.
Jenis-jenis Foraminifora begitu beragam. Klasifikasi Foraminifera biasanya didasarkan pada bentuk cangkang dan cara hidupnya. Berdasarakan cara hidupnya, macam macam foraminifera dibagi menjadi 2, yaitu:
1.      Foraminifera bentik
Foraminifera benthonik memiliki habitat pada dasar laut dengan cara hidup secara vagile (merambat/merayap) dan sessile (menambat). Alat yang digunakan untuk merayap pada benthos yang vagile adalah pseudopodia. Terdapat yang semula sesile dan berkembang menjadi vagile serta hidup sampai kedalaman 3000 meter di bawah permukaan laut. Material
penyusun test merupakan agglutinin, arenaceous, khitin, gampingan. Foraminifera benthonik sangat baik digunakan untuk indikator paleoecology dan bathymetri, karena sangat peka terhadap perubahan lingkungan yang terjadi. Faktor-faktor yang mempengaruhi ekologi dari foraminifera benthonic ini adalah :

a.       Kedalaman laut
b.      Suhu/temperature
c.       Salinitas dan kimiaair
d.      Cahaya matahari yang digunakan untuk fotosintesis
e.       Pengaruh gelombang dan arus (turbidit, turbulen)
f.       Makanan yang tersedia
g.      Tekanan hidrostatik dan lain-lain.

Faktor salinitas dapat dipergunakan untuk mengetahui perbedaan tipe dari lautan yang mengakibatkan perbedaan pula bagi ekologinya. Streblus biccarii adalah tipe yang hidup pada daerah lagoon dan daerah dekat pantai. Lagoon mempunyai salinitas yang sedang karena merupakan percampuran antara air laut dengan air sungai. Foraminafera benthos yang dapat digunakan sebagai indikator lingkungan laut secara umum (Tipsword 1966) adalah :

a.       Pada kedalaman 0 – 5 m, dengan temperatur 0-27 derajat celcius,banyak dijumpai genus-genus Elphidium, Potalia, Quingueloculina,Eggerella, Ammobaculites dan bentuk-bentuk lain yang dindingcangkangnya dibuat dari pasiran.
b.      Pada kedalaman 15 – 90 m (3-16º C), dijumpai genus Cilicides,Proteonina, Ephidium, Cuttulina, Bulimina, Quingueloculina danTriloculina.
c.       Pada kedalaman 90 – 300 m (9-13oC), dijumpai genus Gandryna,Robulus, Nonion, Virgulina, Cyroidina, Discorbis, Eponides danTextularia.
d.      Pada kedalaman 300 – 1000 m (5-8º C),Ø dijumpai Listellera,Bulimina, Nonion, Angulogerina, Uvigerina, Bolivina dan Valvulina

Berdasarkan bentuk cangkangnya, jenis-jenis foraminifera terbagi menjadi 3, yaitu:
a.       Arenaceous (Foraminifera bercangkang pasiran)
b.      Porcelaneous (Foraminifera bercangkang gampingan tanpa pori)
c.       Hyalin (Foraminifera bercangkang gampingan berpori)
Foraminifera bentik hidup di lapisan sedimen hingga kedalaman beberapa puluh sentimeter. Berdasarkan ukuran mikroskopis, kekerasan cangkang, serta sebaran geografis dan geologisnya, jenis hewan ini sangat potensial untuk digunakan sebagai petunjuk kondisi suatu lingkungan, baik pada masa kini maupun masa lalu.
Cangkang foraminifera bentik memiliki ukuran yang berkisar antara 5 μ hingga beberapa sentimeter. Foraminifera bentik memiliki bentuk cangkang yang rumit dan memiliki arsitektur yang kompleks. Foraminifera bercangkang pasiran biasa ditemukan di lingkungan yang ekstrim seperti perairan payau atau di perairan laut dalam. Disebut pasiran karena kenampakkan permukaan cangkang terlihat kasar seperti taburan gula pasir.
Foraminifera bercangkang gampingan tanpa pori biasa hidup soliter dengan membenamkan cangkangnya ke dalam sedimen kecuali bagian mulutnya (aperture) yang muncul kepermukaan sedimen. Dinamakan Porselaneous karena pada cangkang dewasa, kenampakan foraminifera porcellaneous tampak seperti jambangan porselen dengan bentuk kamar bersegi atau lonjong. Foraminifera gampingan berpori merupakan jenis yang memiliki variasi bentuk cangkang sangat banyak seperti lampu kristal dengan ornamen rumit, bening dan berkilau.
Cangkang foraminifera terbuat dari kalsium karbonat (CaCO 3) dan fosilnya dapat digunakan sebagai petunjuk dalam pencarian sumber daya minyak, gas alam dan mineral. Selain itu karena keanekaragama dan morfologinya kompleks, fosil Foraminifera juga berguna untuk biostratigrafi, dan dapat memberikan tanggal relatif terhadap batuan. Beberapa jenis batu, seperti batu gamping biasanya banyak ditemukan mengandung fosil foraminifera dengan cara itu peneliti dapat mencocokan sampel batuan dan mencari sumber asal batuan tersebut berdasarkan kesesuaian jenis fosil foraminifera yang dimilikinya.
Susunan kamar foraminifera benthonik memiliki kemiripan dengan foraminifera planktonik, susunan kamar dan bentuknya dapat dibedakan menjadi :
a.       Monothalamus yaitu susunan dan bentuk kamar-kamar akhir foraminifera yang hanya terdiri dari satu kamar contoh : Saccammina, Lagena, Hyperammina, Bathysiphon, Orthovertella, Psammaphis, Rectocornuspira, Lenticulina sp dll.
b.      Polythalamus merupakan suatu susunan kamar dan bentuk akhir kamar foraminifera yang memiliki lebih dari satu kamar. Misalnya uniserial saja atau biserial saja. Contoh : Siphonogerina, Nodogerina, Nodosaria, Glandulina, Dentalina dll.

2.      Foraminifera Planktonik
Foraminifera planktonik adalah foraminifera yang cara hidupnya mengambang atau melayang di air,Foraminifera planktonik jumlah genusnya sedikit,tetapi jumlah spesiesnya banyak. Susunan kamar foraminifera plankton dibagi menjadi :
a.       Planispiral yaitu sifatnya berputar pada satu bidang, semua kamar terlihat
            dan pandangan serta jumlah kamar ventral dan dorsal sama. Contoh:
            Hastigerina
b.      Trochospiral yaitu sifat berputar tidak pada satu bidang, tidak semua
            kamar terlihat, pandangan serta jumlah kamar ventral dan dorsal tidak
            sama. Contohnya : Globigerina.
c.       Streptospiral yaitu sifat mula-mula trochospiral, kemudian planispiral
            menutupi sebagian atau seluruh kamar-kamar sebelumnya. Contoh:
            Pulleniatina.
Plankton ini dapat digunakan untuk memecahkan masalah-masalah geologi, antara lain :
a.       Sebagai fosil petunjuk
b.      Korelasi
c.       Penentuan lingkungan pengendapan
Foraminifera plankton tidak selalu hidup di permukaan laut, tetapi pada kedalaman tertentu ;
       a.  Hidup antara 30 – 50 meter
       b.  Hidup antara 50 – 100 meter
       c.  Hidup pada kedalaman 300 meter
 d.  Hidup pada kedalaman 1000 meter
Ada golongan foraminifera plankton yang selalu menyesuaikan diri terhadap temperatur, sehinggapa diwaktu siang hari hidupnya hampir di dasar laut, sedangkan di malam hari hidup di permukaan air laut. Sebagai contoh adalah Globigerina pachyderma di Laut Atlantik Utara hidup pada kedalaman 30 sampai 50 meter, sedangkan di Laut Atlantik Tengah hidup pada kedalaman 200 sampai 300 meter
No
JENIS - JENIS  SPESIES FORAMINIFERA YANG DI TEMUKAN DI AMBON
Bentik
Plantonik
1
Triloculina tricarinata
Globigerina bulloides
2
Textularia agglutinans
Globigerina falconensis
3
Spiroloculina sp.
Globigerinella callida
4
Spiroloculina communis
Globigerinoides conglobatus
5
Spiroloculina angulata
Globigerinoides cyclostomus
6
Siphogenerina raphanus
Globigerinoides fistulosus
7
Siphogenerina alveolifrmis
Globigerinoides ruber
8
Reusella sp.
Globigerinoides sacculifer
9
Reusella simlex
Globoquadrina pseudofoliata
10
Quinqueloculina tropicalis
Globorotalia bermudezi
11
Quinqueloculina sp.
Globorotalia menardii
12
Quinqueloculina seminulum
Globorotalia pseudopumilio
13
Quinqueloculina seminula
Globorotalia puncticulata
14
Quinqueloculina pulchella
Globorotalia seiglei
15
Quinqueloculina parkery
Globorotalia trucatulinoides
16
Quinqueloculina lamarckiana
Globorotalia tumida
17
Quinqueloculina granulocostata
Globorotalia ungulata
18
Quinqueloculina auberiana
Neogloboquadrina blowi
19
Pyrulina angusta
Neogloboquadrina humerosa
20
Pyrgo depressa
Orbulina universa
21
Pseudorotalia schroeteriana
Pulleniatina finalis
22
Pseudomassilina macilenta
Pulleniatina obliqueloculata
23
Pleurostomella sp
Pulleniatina praecursor
24
Planorbulina larvata
Pulleniatina primalis
25
Piliolina papelliformis
Spheroidinella dehiscens
26
Peneroplis planatus
-
27
Peneroplis pertusus
-
28
Operculina ammonoides
-
29
Nonion depressulum
-
30
Nodosari sp.
-
31
Neocorbina terquemi
-
32
Miliolinella sublineata
-
33
Miliolinella oblonga
-
34
Massilina milleti
-
35
Massilina crenata
-
36
Marginophora vertebralis
-
37
Loxostomum amygdalaeformis
-
38
Lecticulina sp.
-
39
Lecticulina elegans
-
40
Lecticulina cultrate
-
41
Hoglundina elegans
-
42
Heterostegina depressa
-
43
Eponides repandus
-
44
Eponide umbonatus
-
45
Elphidium macellum
-
46
Elphidium crispum
-
47
Elphidium craticulatum
-
48
Elphidium advenum
-
49
Discorbina sp
-
50
Discorbina mira
-
51
Cibicides praecinctus
-
52
Cancris oblongus
-
53
Calcarina calcar
-
54
Bolivina schwagerina
-
55
Bolivina earlandi
-
56
Baculogypsina sphaerulata
-
57
Anomalinella rostata
-
58
Amphistegina quoyii
-
59
Amphistegina lessonii
-
60
Ammonia umbonata
-
61
Ammonia beccarii
-

3.      Manfaat foraminifera
Mamfaat dari Foraminifera bagi kehidupan manusia yaitu :
a.       Foraminifera memberikan data umur relatif batuan sedimen laut
Foraminifera mengalami perkembangan secara terus-menerus, dengan demikian spesies yang berbeda diketemukan pada waktu (umur) yang berbeda-beda. Foraminifera mempunyai populasi yang melimpah dan penyebaran horizontal yang luas, sehingga diketemukan di semua lingkungan laut. Alasan terakhir, karena ukuran fosil foraminifera yang kecil dan pengumpulan atau cara mendapatkannya relatif mudah meskipun dari sumur minyak yang dalam.
b.      Foraminifera memberikan data tentang lingkungan masa lampau (skala Geologi)
Karena spesies foraminifera yang berbeda diketemukan di lingkungan yang berbeda pula, seorang ahli paleontologi dapat menggunakan fosil foraminifera untuk menentukan lingkungan masa lampau tempat foraminifera tersebut hidup. Data foraminifera telah dimanfaatkan untuk memetakan posisi daerah tropik di masa lampau, menentukan letak garis pantai masa lampau, dan perubahan perubahan suhu global yang terjadi selama jaman es.
c.       Foraminifera dimanfaatkan untuk menemukan minyak bumi.
Banyak spesies foraminifera dalam skala biostratigrafi mempunyai kisaran hidup yang pendek. Dan banyak pula spesies foraminifera yang diketemukan hanya pada lingkungan yang spesifik atau ter-tentu. Oleh karena itu, seorang ahli paleontologi dapat meneliti sekeping kecil perconto batuan yang diperoleh selama pengeboron sumur minyak dan selanjutnya menentukan umur geologi dan lingkungan saat batuan tersebut terben-uk. Sejak 1920-an industri perminyakan memanfaatkan jasa penelitian mikropaleontologi dari seorang ahli mikrofosil. Kontrol stratigrafi dengan menggunakan fosil foraminifera memberikan sumbangan yang berharga dalam mengarahkan suatu pengeboran ke arah samping pada horison yang mengandung minyak bumi guna meningkatkan produktifikas minyak.

B.     Pengertian Radiolaria
Radiolaria merupakan zooplankton yang tergolong dalam kelas Sarcodina, filum Protozoa. Hewan ini umumnya mempunyai bentuk cangkang yang bulat, dengan berbagai variasi struktur yang umumnya mempunyai simetri radial dan memencar. Itu pula sebabnya ia dinamakan Radiolaria.
 








a.      Habitat Radiolaria
Radiolaria terdapat luas di lautan, tetapi lebih banyak ditemui di perairan tropis, biasanya di perairan lepas pantai dengan salinitas di atas 30 psu. Hewan ini banyak dijumpai di laut lapisan teratas hingga kedalaman beberapa ratus meter, meskipun ada juga dilaporkan yang hidup di lapisan yang lebih dalam. Sebaran geografiknya, baik di permukaan maupun di bawah permukaan, banyak dipengaruhi oleh beberapa faktor oseanografi setempat, seperti suhu, salinitas dan arus.

b.      Ciri Biologi Radiolaria
Radiolaria yang dikenal hidup di laut umumnya bersel tunggal, walaupun ada yang hidup berkoloni seperti beberapa Spumellaria. Koloni tersebut terdiri dari banyak sekali individu yang diperkuat oleh skeleton-skeleton, hingga kadang-kadang dapat mencapai ukuran beberapa cm.
Ciri khas yang paling mencolok adalah rangka tubuhnya, yang telah mengalami spesialisasi ke tingkat tinggi. Organisme umum tubuh axopodia dihubungkan dengan heliozodia, tetapi bentukan kapsul pusat yang ada memisahkan zona dalam dan luar protoplasma yang menyebabkan perbedaan. Kapsul pusat berada pada lapisan yang berbeda, biasanya tunggal namun terkadang ganda dan dapat dideteksi dengan mudah kecuali pada Actipylina. Kapsul tersebut mungkin berbentuk bulat, bulat telur atau bercabang, dan tersusun atas kitin, pseudokitin, atau tektin. Kapsul dapat diserap dalam kadar yang tinggi maupun rendah tergantung spesiesnya, diperlukan dalam peningkatan diameter seiring pertumbuhan organisme, dan mungkin agak berubah-ubah dalam bentuk bahkan dalam organisme dewasa.
Kerangka radiolaria berupa jejaring yang membentuk pola geometri yang simetris menampilkan bentuk yang sangat indah. Apalagi bahan pembentuk kerangkanya itu terbuat dari bahan silika berupa kristal gelas opal. Namun bentuknya dalam jalinan yang rumit nan indah itu detailnya hanya dapat dikagumi lewat mikroskop, karena ukurannya sangat kecil. Ukuran sel radiolaria umumnya berkisar antara 30 µm hingga 2 mm. Ciri-ciri kerangkanya, misalnya bahan pembentuknya dan morfologinya, menjadi dasar yang penting untuk identifikasi. Bentuk selnya mempunyai banyak perlanjutan bagaikan duri, akan memperbesar total permukaan luas selnya hingga akan membantu pula dalam daya apungnya (buoyancy) dalam air.
Sebagaimana umumnya hewan Protozoa, radiolaria juga mempunyai kaki semu (pseudopodia) yang merupakan bagian protoplasma yang dapat dijulurkan untuk bergerak dan mencari makan. Makanan radiolaria sangat beragam, bisa mencakup berbagai grup zooplankton seperti kopepod, larva krustasea, diatom, dinoflagelat, tintinid, bakteri juga detritus organik. Seperti halnya pada foraminera, radiolaria umumnya juga mempunyai simbion berupa mikroalga dalam selnya, yang hidup bersimbiosis dengan hewan inangnya.
Lebih dari 4000 jenis ditemukan dalam grup radiolaria ini, yang banyak terdapat di perairan oseanik. Ada juga marga dari radiolaria yang kerangkanya terbuat bukan dari silika, tetapi dari bahan strontium sulfat, misalnya Acantharia. Komponen dasar duri berasal dari tubuh, melewati kapsul pusat. Pada permukaan tubuh terdapat kisi atau shell,  yang menyatu dengan duri radial. Untuk kelompok lain Radiolarida, elemen rangka silikanya beraturan. Jika terdapat batang dan duri selalu berada di luar kapsul. Kerangka kisi berbentuk bulat atau tidak bulat, dan dalam kasus yang terakhir mungkin mendekati simetri bilateral. Kerangka yang rumit sudah dikembangkan pada awal sejarah yang diketahui dari Radiolarida.
Sitoplasma intra kapsular yang berisi inti tempat cadangan disimpan, butiran pigmen pada beberapa spesies, dan yang disebut "sel kuning" di Actipylina. Jumlah inti bervariasi. Pada Actipylina biasanya multinukleat, sedangkan Monopylina dan Tripylina biasanya  uninukleat. "Sel kuning" yang terdapat dalam radiolarida banyak, namun pada Tripylina hanya sedikit. Beberapa radiolarida seperti collozoum dan sphaerozoum adalah bentuk koloni di mana sejumlah kapsul pusat tertanam dalam bentuk memanjang dari sitoplasma  extracapsular. Dalam spesies tertentu setiap kapsul berisi sejumlah pusat inti. Elemen rangka berkurang menjadi spikula yang tersebar.
Strontium adalah unsur kelumit (trace element) di laut, hampir tidak dapat terukur karena sangat sedikitnya dalam laut, tetapi hewan ini mampu mengakumulasi unsur kimia ini dalam kerangkanya. Karena umumnya radiolaria mempunyai kerangka dari bahan silika yang tidak mudah terurai, maka peninggalannya berupa fosil dapat terekam dengan sangat baik dari jutaan tahun lalu. Jejak fosil radiolaria sudah terekam dari era Palaeozonic atau kira-kira 600 juta tahun lalu. Karena itu pula fosil radiolaria banyak dimanfaatkan dalam kajian-kajian lingkungan purba (palaeo-enviroment). Karena kerangkanya dari silika itu pula, radiolaria yang mati dan tenggelam akan dapat membentuk sedimen berupa selut atau nenes (ooze) di dasar laut yang dikenal dengan selut radioaria (radiolarian ooze).
 


                                                                              









Radiolaria dibagi menjadi empat ordo berdasarkan pada struktur kerangka dan persebaran pori-pori pada kapsulanya:
1)      Actipylina (“Acantharia”), dengan kerangka terdiri dari radial spine yang masuk ke dalam pusat kapsula untuk berkumpul di tengah tubuh.
2)      Peripylina (“Spumellaria”), sering tanpa kerangka atau satu terbatas untuk memutuskan hubungan ektrakapsuler dan kurang umumnya dengan kulit yang berlubang; bentuk yang tidak teratur di pusat kapsula menunjukkan satu bentuk persebaran pori-pori;
3)      Monopyla (“Nasselaria”), dengan kapsul pusat yang tebal yang pori-porinya terbatas pada satu tempat, atau lempeng pori-pori
4)      Tripylina Phaeodaria), kapsul pusal memiliki satu atau dua asesori besar yang terbuka



 








     Gambar 2.7.a                                  Gambar 2.7.b

Subordo 1. Actipylina
Pusat kapsul, kadang berbentuk berbentuk lubang, sekalipun susunan pori-pori di permukaannya sering diketahui. Kerangka tersebut terdiri dari beberapa batang utama yang bagian tengahnya berlubang di pusat kapsul dan biasanya menunjukkan susunan yang disebutkan oleh hukum Mullers. Biasanya terdiri dari dua puluh (suatu saat kelipatan dua puluh) batang yang membentuk pola tertentu. Kelompok yang sama muncul dari tubuh 90o dari kutub, dan dua kelompok lain muncul pada 45o di atas dan bawah garis ekuator. Rangka dasar ini sesekali dimodifikasi dengan pertumbuhan batang secara lateral yang membentuk lubang pada kulitnya, membentuk bentukan khas dari dua puluh lempeng. Lapisan terluar sitoplasma kapsul ektraseluler bersatu dengan batang kerangka, rupanya kontraktil fibril memberi sedikit perubahan bentuk dan ukuran tubuh, juga membantu pengontrolan pengapungan.
Subordo 2. Peripylina
Memiliki spherical tebal  dan terang pada pusat kapsula dengan pori-pori yang banyak tersebar seragam. Pada beberapa spesies tidak memiliki kerangka. Pada spesies lain, memiliki kerangka sederhana terdiri dari perpencaran spikula  ektrakapsula, kulit yang berlubang, atau keduanya. Kulit kisi-kisi mungkin hanya  satu, atau pada beberapa family memiliki banyak bentuk konsentris.
Subordo 3. Monopylina
Dinding tebal pada pusat kapsula yang mungkin tersusun radial atau simetri bilateral, menunjukkan satu lempeng pori besar atau lebih, seringnya satu permukaan dari pori kecil dengan dinding yang menebal. Psoudopodia sering muncul berlawanan dari permukaan ini. Kerangka bersili tersusun dari elemen padat, menunjukkan 3 bagian (tripod, kapitulum, dan cincin). Bentuk dasar tripod menunjukkan nama dari strukturnya (Gambar  2.8.a). Cincin, jika ada berdempet dengan tripod (Gambar  2.8.b). Tumbuh dari tripod dan cincin mungkin menghasilkan kulit berbentuk helm, yaitu Capitulum (Gambar 2.8.c). Modifikasi dari ketiga elemen dasar tersebut, dengan pengurangan atau penambahan dari anggota tubuh dan dekorasi, memunculkan variasi kerangka.
                                                                                         




Gambar 2.8.a                       Gambar 2.8.b               Gambar 2.8.c
Subordo 4. Tripylina
Pusat kapsul memiliki satu atau dua asesori yang terbuka, yang bagian belakang biasanya berada di arah berlawanan. Tipe khas astropil tertutup dengan lempeng  lurik di bagian pusat yang terbuka sering berubah menjadi pipa. Karakternya terkumpulnya materi hijau kecoklatan di bagian luar astropil. Materi berwarna ini bertanggung jawab atas penamaan Phaeodaria, yang sering digunakan untuk subordo ini.

c.       Reproduksi Radiolaria
Meskipun reproduksi telah dilacak pada spesies relatif sedikit, fisi terjadi pada spesies dengan unsur-unsur kerangka yang sederhana. Kapsul pusat dibagi, dan setiap elemen rangka diteruskan ke organisme yang sama. Fisi kerangka berbentuk helm tripilina tertentu. Satu organisme mempertahankan shell tua, dan lain dan mengembangkan yang baru. Menurut Brandt, Thallophysidae tertentu dapat menjalani plasmotomi rumit yang berbeda dari induknya, dan menghasilkan sejumlah organisme kecil, masing-masing dengan beberapa inti.
Bukti untuk fenomena seksual pada Radiolarida di literatur dijelaskan mengenai gamet. Namun, syngamy belum diamati, dan chatton menyimpulkan bahwa beberapa flagelata jelas tidak dinoflagellates dan mereka menunjukkan kemiripan gamet dari Foraminiferida.
d.      Manfaat Radiolaria
Mamfaat dari Radiolaria bagi kehidupan manusia yaitu :
a.    Radiolaria yang mati akan mengendap  yang disebut lumpur radiolarian yang digunakan sebagai bahan peledak yaitu achantometron dan collosphaera.
b.   Cangkang dari silikon (Radiolaria) dan Kalsium Karbonat (Foraminefera). Keduanya hidup di laut, Jika hewan tersebut mati maka cangkangnya tetap hidup utuh dalam waktu yang sangat lama sehingga dapat berubah menjadi fosil. Fosil ini digunakan untuk menentukan umur lapisan bumi/ sebagai petunjuk sejarah bumi.
c.    Sebagai bahan penggosok.
BAB III
PENUTUP
A.    Kesimpulan
Dari makalah ini dapat disimpulkan sebagai berikut :
a.       Foraminifera adalah organisme bersel tunggal (protista) yang mempunyai cangkang atau test (istilah untuk cangkang internal).
b.      Foraminifera dibedakan menjadi dua yaitu : Foraminifera Plantonik dan Foraminifera Bentonic.
c.       Foraminifera dapat ditemukan di habitat pada dasar laut (bentik), dan di permukaan laut sampai kedalaman 1000 m(plantonik).
d.      Khusus untuk spesies yang pernah ditemukan di ambon sebanyak 61 jenis spesies foraminifera bentik dan 25 jenis spesies foraminifera planktonik.
e.       Mamfaat dari foraminifera tersebut sebagai : Foraminifera memberikan data umur relatif batuan sedimen laut, Foraminifera memberikan data tentang lingkungan masa lampau (skala Geologi), dan Foraminifera dimanfaatkan untuk menemukan minyak bumi.
f.       Radiolaria merupakan zooplankton yang tergolong dalam kelas Sarcodina, filum Protozoa.
g.      Habitat dilaut lapisan teratas hingga kedalaman beberapa ratus meter.
h.      Ciri khas radiolaria adalah rangka tubuhnya, yang telah mengalami spesialisasi ke tingkat tinggi.
i.        Lebih dari 4000 jenis spesies radiolaria yang telah ditemukan.
j.        Radiolaria dibagi menjadi empat ordo berdasarkan pada struktur kerangka dan persebaran pori-pori pada kapsulanya: Actipylina, Peripylina, Monopylina, Tripylina.
k.      Mamfaat dari Radiolaria yaitu : sebagai bahan peledak yaitu achantometron dan collosphaera, menentukan umur lapisan bumi/ sebagai petunjuk sejarah bumi, dan Sebagai bahan penggosok.

B.     Saran
Dalam penulisan makalah ini tentunya banyak sekali kekurangan maupun kesalahan yang tidak kami sadari, maka dari itu kami sangat berharap kepada pembaca lebih khusunya dosen pengemban mata kuliah ini ( Ir. S.  Haumahu, M.Si. ) agar memberikan sanggahan  kritikan yang bersifat membangun, supaya untuk kedepannya kami dapat menulis makalah dengan benar.

DAFTAR PUSTAKA
Pringgopawiro H, 1984. Diktat Mikropaleontolgi Lanjut, Laboratorium Mikropaleontologi Jur. T Geologi, ITB, Bandung
Subandrio, A. 1994. Study Paleobathimetry Cekungan Sumatera Utara, Subcekungan Jambi dan Cekungan Barito, Thesis ITB, Bandung
Blow, W.H. 1969. Late Middle Eocene to Recent Planktonic Foraminifera Biostratigraphy Cont. Planktonic Microfossil, Geneva, 1967, Pro. Leiden, E.J Bull v.
Encyclopedia. 2005. Sarcodina. (online) (http://www.encyclopedia.com/topic/  Sarcodina.aspx. (diakses pada tanggal 04 November 2016)
Natsir, Suharti. 1989. Radiolaria dan Penggunaannya Untuk Studi Sedimen              Purba. Jakarta : Ikatan Sarjana Oseanologi Indonesia.






No comments:

Post a Comment

Nama :
Alamat E-mail :
Pesan :