FAKTOR-FAKTOR PEMBATAS ALIRAN
MATERI DAN ENERGI DI PERAIRAN ESTUARI
Wah,
apa itu yah?
Faktor Pembatas
Seperti
negara aja yah ada pembatasnya, mari kita membacanya
Faktor
pembatas merupakan Sebagai sebuah ekosistem yang kompleks, tentunya estuari
memiliki parameter fisik dan kimia tersendiri yang nantinya akan berpengaruh
pada kemampuan atau toleransi kehidupan biota yang terdapat disana. Beberapa
faktor fisik, kimia, maupun biotik lingkungan yang dapat menjadi faktor
pembatas dalam ekosistem estuari adalah:
a. Salinitas
Tingkat
salinitas estuari berubah dari waktu kewaktu dikarenakan oleh iklim, topografi
estuari, pasang surut air laut, dan volume air tawar yang masuk. Di daerah
tropis seperti di Indonesia memiliki iklim tropis dan pasang surut diurnal (dua
kali pasang dan surut) dalam waktu sehari semalam yang menyebabkan terjadinya
fluktuasi salinitas yang mana waktu terjadinya cukup pendek sekitar 6 jam.
Faktor
pertama pengaruh salinitas adalah fenomena pasang air laut yang besar mendorong
air laut masuk cukup besar dan sampai ke daerah hulu sungai. Sebaliknya apabila
pasang sudah turun, maka keadaan isohaline kembali ke daerah hilir saja. Hal
ini menyebabkan pada daerah yang sama di daerah estuari meimiliki salinitas
yang berbeda pada waktu yang berbeda sesuai perubahan akibat pasang surut air
laut dan volume air tawar yang masuk.
Faktor
kedua yang mempengaruhi tingkat salinitas adalah kekuatan coriolis, yaitu
terjadinya pembelokan arah gerak melingkar akibat rotasi bumi mengelilingi
sumbunya. Berputarnya bumi pada porosnya mengakibatkan perubahan arah gerakan
air laut yang masuk ke daratan (muara sungai), membelokannya kearah kanan
dibelahan bumi sebelah utara dan kearah kiri pada belahan bumi bagian selatan.
Sebagai contoh di daerah estuaria di sekitar pulau jawa bagian selatan,
kekuatan coriolis akan membelokkan air laut yang masuk ke estuaria kea rah kiri
apabila kita melihat estuaria ke arah laut. Akibatnya, pada dua titik yang
berlawanan dan teletak pada jarak yang sama dari laut akan memiliki salinitas
yang berbeda.
Faktor
ke tiga yang menyebabkan fluktuasi salinitas di estuarin adalah musim. Di
Indonesia dengan dua Faktor ke tiga yang menyebabkan fluktuasi salinitas di
estuarin adalah musim. Di Indonesia dengan dua musim yang berbeda dalam setahun
akan menyebabkan perbedaan salinitas sebagai akibat berubahnya volume air tawar
dan berubahnya intensitas cahaya matahari.
Berdasarkan
beberapa pengaruh kimia dan fisik terhadap fluktuasi salinitas, maka dapat
disimpulkan bahwa dalam ekosistem perairan estuarin terbentuk 3 zona yaitu: air
tawar, air payau, dan air laut. Antara zona-zona ini terdapat
garis pemisah yang hanya dapat dilewati oleh organisme yang memiliki
kemampuan adaptasi fisiologi tertentu.
b. Suhu
Suhu
air estuaria memiliki fluktuasi harian lebih besar dibanding dengan perairan
lainnya. Hal ini disebabkan karena luas permukaan estuaria relatif lebih besar
jika dibandingkan dengan volume airnya. Air estuaria cenderung lebih cepat
panas dan lebih cepat dingin tergantung kondisi atmosfir yang melingkupinya.
Alasan lain bervariasinya suhu pada ekosistem estuarin adalah karena masuknya
air tawar yang suhunya lebih dipengaruhi oleh perubahan suhu musiman. Selain
itu suhu di estuaria juga bervariasi secara vertikal karena pengaruh fluktuasi
suhu harian. Perairan permukaan cenderung mempunyai kisaran suhu terbesar
dibanding dengan perairan yang lebih dalam.
c. Ombak
dan Arus
Terjadinya
ombak tergantung pada luas permukaan perairan dan juga angin. Estuaria memiliki
luas perairan terbuka yang sempit karena dibatasi oleh daratan pada ketiga
sisinya, dengan demikian angin yang bertiup untuk menciptakan ombak juga
minimal. Kedalaman dan sempitnya mulut estuaria juga menjadi penghalang
terbentuknya ombak yang besar atau menghilangkan pengaruh ombak laut yang masuk
estuaria. Arus di estuaria cenderung disebabkan oleh aksi pasang air laut dan
aliran sungai. Kecepatan arus tertinggi terjadi pada bagia tengah sungai/muara
dimana hambatan gesek dengan dasar dan tepian menjadi minimal. Arus di daerah estuaria
sering mengakibatkan timbulnya erosi dan biasanya diikuti oleh pengendapan di
mulut muara. Adanya perbedaan kecepatan arus yang berasal dari sungai dari
musim ke musim menyebabkan perbedaan kecepatan erosi dan pengendapan, sehingga
banyak kasus terutama di beberapa tempat di Indonesia muara sungai bergeser
dari tempat semula.
d. Substrat
Dasar
Kebanyakan
estuaria didominasi oleh substrat berlumpur yang berasal dari proses
pengendapan material baik yang dibawa oleh air laut maupun oleh air tawar dari
aliran sungai. Air laut dan air sungai membawa banyak partikel pasir maupun
lumpur yang tersuspensi dan keduanya bertemu di estuaria. Berbagai ion yang
berasal dari laut akan mengikat partikel Lumpur yang terbawa air sungai
sehingga menggumpal dan mengendap sebagai dasar substrat yang khas. Kondisi
terlindung estuaria juga didominasi oleh endapan halus (Lumpur). Di antara
endapan lumpur adalah materi organik sehingga estuaria menjadi tempat yang kaya
cadangan bahan makanan bagi organisme.
e. Kekeruhan
(Turbidisitas)
Besarnya
jumlah partikel tersuspensi menyebabkan pada waktu-waktu tertentu terutama pada
saat musim penghujan dimana volume air tawar meningkat dan membawa material
akibat erosi menyebabkan kekeruhan meningkat, demikian juga aktivitas pasang
air laut. Kekeruhan biasanya minimum pada mulut muara dan semakin meningkat kea
rah hulu sungai. Pengaruh ekologis kekeruhan adalah menurunnya daya penetrasi
cahaya matahari ke dalam perairan yang selanjutnya menurunkan produktivitas
primer akibat penurunan fotosintesis fitoplankton dan tumbuhan bentik.
f. DO
(kandungan Oksigen terlarut)
Kandungan
oksigen terlarut daerah estuaria sangat tergantung beberapa faktor antara lain:
suhu, salinitas, pengadukan, dan aktivitas organisme. Melihat kondisi fisik
daerah estuarin, maka secara umum wilayah ini memiliki kandungan oksigen
terlarut relative tinggi dibanding perairan lain.
Pada
musim kemarau yang panjang dimana penggelontoran air tawar menurun dan suhu
serta salinitas relatif tinggi di permukaan perairan, menyebabkan proses
pengadukan dan distribusi oksigen dari permukaan ke dasar perairan sedikit
terhambat sehingga kandungan oksigen di dasar perairan menurun. Selain itu
menurunnya kandungan oksigen di dasar perairan juga dapat disebabkan karena tingginya
bahan organik yang terdeposit dan tingginya populsi dan individu bakteri di
dalam sediment menyebabkan meningkatnya pemakaian oksigen. Ukuran partikel
dalam sediment yang halus juga membatasi pertukaran air interstitial dan air
yang diatasnya (kaya oksigen) sehingga oksigen sangat cepat berkurang, bahkan
pada beberapa sentimeter dalam sedimen dapat bersifat anoksik.
g. Predasi
Predasi
merupakan hubungan antara mangsa dan pemangsa (predator). Hubungan ini memiliki
hubungan sangat erat, karena tanpa mangsa predator tidak bisa bertahan untuk
hidup. Jumlah antara predator dan mangsa berbanding lurus. Semakin banyak
predator yang terdapat dialam tidak diimbangi dengan jumlah yang sama dengan
mangsa, maka akan terjadi ketidak seimbangan alam. Sebaliknya juga bila jumlah
mangsa lebih banyak dengan predator, maka jumlah organisme mangsa lebih banyak
dan keseimbangan disini juga akan terganggu. Sehingga dapat disimpulkan
bahwa Predasi disini dapat berfungsi sebagai pengontrol populasi
mangsa. Contoh dalam ekosistem estuari adalah: Ikan yang menjadi predator
bagi plankton dan invertebrata dalam ekosistem estuari.
h. Jumlah
organisme autotrof
Organisme
autotrof merupakan organisme yang mampu menghasilkan zat organik yang
dibutuhkan oleh konsumen. Organisme ini tentunya membutuhkan bahan berupa
zat-zat anorganik yang terdapat dialam dengan bantuan matahari biasa disebut
prosesnya yaitu fotsintesis. Sehingga terbentuklah glukosa yang organik tadi.
Keberadaan
autotrof sangat mempengaruhi organisme yang lain pula. Sebab, apabila organisme
ini jumlahnya sedikit bahkan mengalami peniadaan maka yang terjadi organisme
sebagai konsumen akan ikut berkurang juga. Karena sumber untuk memacu
kehidupannya menghilang. Organisme yang termasuk dalam organisme autotro adalah
organisme berklorofil yang terdiri atas: tumubuhan, bakteri fotosintetik, dan
alga fotosintetik (Odum, 1998).
i. Usia
Usia
sebgai faktor pembatas organisme ini berhubungan dengan tingkat
produktivitasnya. Produktivitas menunjukkan kemampuan makhluk hidup untuk
melakukan proses metabolisme tubuhnya dan penghasilan energi. Energi yang
digunakan untuk kehidupannya, terdapat rentangan usia tersendiri pada makhluk
hidup agar dia mampu menghasilkan banyak energi. Dikatakan kemampuan
produktivitas tinggi apabila makhluk hidup tersebut dikatakan muda sampai
rentang waktu usia tertentu. Sehingga reproduksi, pertumbuhan, dan perkembangan
pun cepat. Sebaliknya bila makhluk hidup tersebut dikatakan usia telah lanjut,
kemampuan produktivitasnya menurun. Karena kemampuan penghasilan energi pun
menurun sehingga banyak terjadi kematian pada sel organisme
tersebut (Odum, 1998).
j. Jumlah
Parasit
Parasitisme
adalah hubungan antara dua makhluk yang mana salah satu organisme dirugikan
sedangkan yang lain mendapat manfaat. Parasit merupakan organisme yang mendapat
keuntungan dari hubungan ini, sementara inang yang menjadi rumahnya sangat
dirugikan karena hasil metabolisme dan sari-sari makanan yang ada diambil oleh
parasit. Dalam hubungan ini, ukuran organisme parasit lebih kecil dari inang,
sehingga lebih mudah untuk organisme parasit untuk menghambat kehidupan
organisme inang. Berakibat berbahaya bagi keseimbangan alam, apabila jumlah
parasit lebih besar daripada organisme yang lain (Odum, 1998).
Semoga
bermamfaat,,,,J
SUMBER
Dahuri
et al. 2001. Pengelolaan Sumber Daya Wilayah Pesisir dan Lautan secara
Terpadu. Jakarta: PT. Pradnya Paramitha.
Knox,G.A.
1986. Estuarine Ecosystem: A System Approach. Florida: CRC Press
Kramer,
K.J.M.1994. Tidal Estuaries: Manual of Sampling and Analittycal Procedure.
AA Balkema.
Nontji,
A, 1993. Laut Nusantara. Jakarta: Penerbit Djambatan..
Odum,
E.P.1998. Dasar-Dasar Ekologi edisi 4. Yogyakarta: Universitas Gadjah Mada
Press.
No comments:
Post a Comment
Nama :
Alamat E-mail :
Pesan :